REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter Spesialis Anak di Rumah Sakit CiptoMangunkusumo (RSCM) Eka Laksmi Hidayati menyatakan, pola makan pasien anak yang menderita gagal ginjal akut sebelumnya masih berada di bawah kendali orang tua dan berbeda dengan apa yang terjadi di Gambia, Afrika Barat. "Lebih banyak di bawah kendali orang tuanya. Dalam banyak hal (yang dilakukan pada pola hidup), kebanyakan mengasuh sendiri," kata Eka dalam Media Briefieng Kewaspadaan Dini Gangguan Ginjal Akut Pada Anak yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (14/10/2022).
Eka menyatakan, sejauh penemuan kasus, RSCM melihat bahwa tidak ada kasus terhadap kebiasaan makan anak-anak yang menderita gagal ginjal akut. Hal itu didasari oleh hasil pengamatan di RSCM di mana pasien yang didominasi oleh balita dan belum sekolah itu, pola makannya masih diatur oleh orang tua masing-masing.
Selain makanan, konsumsi obat-obatan hingga penerapan pola hidup para pasien, masih mengikuti apa yang telah diajarkan oleh orang tuanya. Dari pengamatan itu, terjadinya gagal ginjal akut belum dapat dipastikan diakibatkan oleh infeksi atau penyebab lainnya.
"Kalau saya bisa analogikan, itu mirip dengan hepatitis. Sampai sekarang kasus itu menurun sendiri tanpa kita tahu penyebab infeksinya apa. Infeksi juga beragam, tiba-tiba ada lonjakan, kemudian tiba-tiba hilang. Saya tidak tahu kenapa ada berturut-turut kondisi yang seperti ini," ujarnya.
Menyadari anak membutuhkan perawatan yang panjang dengan angka kematian yang mencapai 30-40 persen, Eka mengimbau pada seluruh orang tua untuk segera membawa anak yang memiliki gejala gagal ginjal akut pergi ke fasilitas pelayanan terdekat, sehingga dapat dilakukan tata laksana yang tepat oleh tenaga kesehatan. Adapun gejala yang diduga gagal ginjal akut seperti jumlah urin atau tidak ada urin sama sekali, gejala biasanya didahului oleh demam, diare, muntah, batuk, pilek dalam kurun waktu 1-2 minggu sebelum terjadinya gagal ginjal akut.
"Kami melihat bahwa pasien-pasien yang lebih dini di bawah ke fasilitas kesehatan terdekat, itu tingka berat penyakitnya jauh lebih ringan," ujarnya yang juga Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI itu.
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi menyatakan, telah berdiskusi dengan tim dari Gambia, yang menyatakan bahwa pihaknya mempunyai kasus serupa tentang dugaan ke arah konsumsi obat yang mengandung etilen glikol dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Oleh karenanya, Kementerian Kesehatan membentuk tim investigasi kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak di Indonesia untuk mengungkap dan menangani laju kasus, yang terdiri atas Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan RSCM.
Selain itu, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (Dirjen Yankes) Kemenkes RI telah menerbitkan Keputusan Dirjen Yankes nomor HK.02.92/I/3305/2022 tentang Tatalaksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal.
"Hasil pemeriksaan laboratorium Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), hingga kini tidak ditemukan bakteri atau virus yang spesifik. Tapi hal ini perlu penelitian lebih lanjut, karena tidak terdeteksi dalam darah," ujarnya.