REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perasaan emosional pecah seketika setelah Senegal memastikan diri lolos ke fase sistem gugur Piala Dunia. Hal ini terjadi tepat dua tahun setelah kematian gelandang bertahan Papa Bouba Diop, pemain yang mengawali perjalanan mereka pada 2002 ke perempat final.
Kalidou Koulibaly mengenakan ban kapten khusus dengan nomor 19 Diop. Para pemain Senegal memegang spanduk dengan potret sang gelandang, yang meninggal dalam usia 42 tahun, setelah Koulibaly mencetak gol pada menit ke-70. Gol ini memastikan kemenangan Senegal 2-1 atas Ekuador dan mengantarkan mereka ke babak 16 besar. Gol ini pula yang menjadikan Koulibaly menjadi man of the match pertandingan ini.
Bek Chelsea ini mempersembahkan semuan untuk Diop, sosok yang mencetak gol dalam kemenangan 1-0 Senegal melawan juara bertahan Prancis pada Piala Dunia 2002. Diop juga yang mengemas dua gol saat Senegal bermain imbang 3-3 dengan Uruguay pada pertandingan terakhir mereka di fase grup.
"Kemenangan ini dan trofi (man-of-the-match) ini untuk keluarga Papa Bouba Diop, ini hari yang sangat istimewa," kata Koulibaly yang emosional pada konferensi pers, Rabu (30/11/2022), di mana ia menyebut ini sebagai salah satu pertandingan terpenting dalam kariernya.
"Kami ingin memperingati pemain hebat itu. Dia adalah legenda sepak bola Senegal, dia membuat saya bermimpi, dia membuat kami semua bermimpi sehingga kami tidak bisa mengacaukannya pada hari peringatan kematiannya," ujarnya.
Koulibaly, yang menghabiskan delapan musim di Napoli sebelum bergabung dengan Chelsea musim ini, juga mengirimkan semangat dan doa kepada warga Napoli, rumah kedua baginya, yang terkena dampak tanah longsor di Pulau Ischia.
Di sisi lain, Senegal tampil tanpa sosok andalan mereka, Sadio Mane, yang dipastikan absen dari turnamen sebelum Piala Dunia dimulai karena cedera fibula. Namun penyerang Bayern Muenchen itu ada dalam pikiran rekan satu timnya.
"Kami juga bermain untuk Sadio, dia bintang kami, saudara kami, kami adalah keluarga," kata Koulibaly sebelum pelatih Aliou Cisse juga menyebut mantan pelatih Bruno Metsu, yang membawa mereka ke perempat final pada 2002, dan meninggal pada 2013.
"Saya tidak melupakan semua orang yang membantu kami berada di sini hari ini," katanya.