Kamis 15 Dec 2022 08:17 WIB

Mengenal Desa Pajam, Desa Penenun di Wakatobi

Hampir setiap perempuan yang tinggal di Desa Pajam adalah penenun.

Pegawai Dinas Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Wakatobi menata tenun khas Wakatobi di Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (7/2/2022). Tenunan khas Wakatobi yang harganya mencapai Rp1,5 juta per lembar itu banyak diminati karena menggunakan bahan pewarna dari daun serta kulit kayu khusus dengan jumlah motif tenunan sebanyak 35 jenis.
Foto: ANTARA/Jojon
Pegawai Dinas Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Wakatobi menata tenun khas Wakatobi di Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (7/2/2022). Tenunan khas Wakatobi yang harganya mencapai Rp1,5 juta per lembar itu banyak diminati karena menggunakan bahan pewarna dari daun serta kulit kayu khusus dengan jumlah motif tenunan sebanyak 35 jenis.

REPUBLIKA.CO.ID, WAKATOBI -- Selepas azan isya berkumandang, di atas pukul tujuh malam, Desa Pajam sunyi. Desa yang letaknya di atas perbukitan yang rimbun dengan pepohonan itu secara perlahan melepaskan suara sendiri.

Ketukan kayu alat tenun tradisional bersahut-sahutan dari satu rumah ke rumah lainnya. Ketukan itu memunculkan rima, bunyi yang berulang-ulang.

Baca Juga

Masih amat lekat dalam ingatan Yuni, memori dirinya belajar tenun bersama ibu dan saudara perempuannya sejak kecil. Dua hingga tiga alat tenun dihamparkan di ruang keluarga, lalu menenun bersama sambil mendengarkan cerita-cerita.

Menenun sudah dilihat oleh Yuni sejak masih sangat kecil, sebelum sekolah. Dia mulai belajar menenun saat usia sekolah dasar. Setelahnya,Yuni terus menenun hingga tak terhitung, sampai mendarah daging.

Keahlian itu tak bisa hilang meski sudah ditinggalkan olehnya selama empat tahun untuk berkuliah di sebuah perguruan tinggi di Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

Setelah menyelesaikan studinya, Dewi Yuningsih kembali ke Desa Pajam di Pulau Kaledupa Kabupaten Wakatobi, untuk mempromosikan desanya sebagai Desa Wisata.

Desa Pajam adalah desa penenun yang dinobatkan sebagai Desa Wisata oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 2021 lalu. Hampir setiap perempuan yang tinggal di Desa Pajam adalah penenun, termasuk anak-anak usia sekolah dasar.

"Jika orang di luar sana mendengarkan musik dari lagu-lagu, kami di Desa Pajam, tenun inilah musik kami," kata Muliadin, pengurus kantor desa sekaligus Ketua Community Base Tourism Desa Wisata Pajam

Bahkan, suara tenun itu tak berhenti sepanjang malam. Dini hari, dan juga waktu subuh pun bunyi kayu yang beradu masih terdengar

"Saya kalau terbangun tengah malam pun masih ada orang menenun. Sebelum subuh pun orang sudah bangun untuk menenun dulu sebelum sholat subuh," kata Yuni.

Menenun kini sudah menjadi mata pencaharian utama di Desa Pajam. Kaum perempuan membantu perekonomian keluarga dari menenun dan menjualnya kepada wisatawan, atau orang-orang dari kota yang memerlukannya untuk acara-acara penting.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement