Kamis 09 Feb 2023 18:34 WIB

Penelitian Soroti Manfaat Aspirin untuk Pengobatan Kanker, Ini Hasilnya

Benarkah aspirin mampu meningkatkan kelangsungan hidup penderita kanker ovarium?

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Menurut penelitian, aspirin dikaitkan dengan peningkatan kelangsungan hidup pasien kanker ovarium rata-rata dua setengah bulan. (ilustrasi)
Foto: Wikipedia
Menurut penelitian, aspirin dikaitkan dengan peningkatan kelangsungan hidup pasien kanker ovarium rata-rata dua setengah bulan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi dari Australia menemukan, aspirin dapat memperpanjang kelangsungan hidup wanita pada stadium akhir kanker ovarium. Sebuah tim yang dipimpin oleh para peneliti di QIMR Berghofer Medical Research Institute berusaha menemukan faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada wanita setelah didiagnosis menderita penyakit ini.

Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of the National Cancer Institute ini menemukan, aspirin yang tersedia di supermarket dengan harga terjangkau, dikaitkan dengan peningkatan kelangsungan hidup pasien kanker ovarium rata-rata dua setengah bulan. "Kedengarannya seperti waktu yang singkat, tetapi untuk kanker ovarium, peningkatan kelangsungan hidup bahkan satu pekan atau satu bulan adalah waktu yang sangat lama," kata penulis utama studi Azam Majidi seperti dilansir ABC, Kamis (9/2/2023).

Baca Juga

Kanker ovarium adalah penyebab utama keenam kematian terkait kanker pada wanita di seluruh dunia. Kanker ini lebih sering terjadi pada wanita yang lebih tua dan mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan kanker organ reproduksi.

Gejala-gejalanya mungkin tidak terlihat pada tahap awal kanker yakni meliputi kembung, nyeri perut atau panggul, rasa kenyang setelah makan meski dalam jumlah kecil, dan perubahan saluran kemih. Gejala yang lebih jarang terjadi dapat mencakup perubahan usus, perubahan berat badan, perdarahan vagina yang tidak terduga atau nyeri saat berhubungan seks.

Menurut dr Majidi, tidak seperti kanker umum lainnya, tidak ada tes skrining berbasis populasi untuk kanker ovarium. Karena itulah, sekitar 70 persen perempuan didiagnosis pada stadium lanjut yakni stadium tiga atau stadium empat ketika tingkat kelangsungan hidupnya sangat rendah.

"Ini organ dalam, ovarium, sehingga kebanyakan perempuan tidak tahu mereka memiliki tumor sampai tumor tersebut berkembang menjadi stadium lanjut dan telah berpindah ke organ lain, dan pengobatannya tidak responsif lagi," kata dia.

Penelitian sebelumnya mengevaluasi bagaimana aspirin memengaruhi sel tumor. Studi melihat bagaimana aspirin dapat mengurangi pertumbuhan tumor dan migrasi sel tumor ke organ lain.

Penelitian bertajuk “The Ovarian Cancer Prognosis and Lifestyle” meneliti 958 perempuan Australia berusia antara 21 dan 79 tahun yang menderita kanker ovarium. Tim peneliti mengumpulkan informasi melalui kuesioner yang diisi sendiri. PPenelitian mengklasifikasikan seberapa sering partisipan menggunakan obat antiinflamasi non steroid atau NSAID (termasuk ibuprofen, diklofenak, dan aspirin) selama setahun sebelum diagnosis dan setelah diagnosis.

Penelitian ini mengukur kelangsungan hidup dari awal atau 12 bulan setelah pengobatan hingga pasien meninggal akibat kanker ovarium atau pada masa tindak lanjut selama lima tahun. Para peneliti mengamati kelangsungan hidup yang lebih baik terkait dengan seringnya penggunaan NSAID sebelum dan sesudah diagnosis. Hasilnya serupa untuk NSAID aspirin dan non aspirin.

Dr Majidi mengatakan, NSAID mungkin tidak aman untuk dikonsumsi oleh semua orang. Dia menyarankan agar orang berbicara dengan dokter sebelum menggunakannya. Namun tampaknya aspirin bukanlah solusi untuk semua kanker.

Seorang profesor penelitian kanker di School of Public Health and Preventive Medicine Monash University, John Zalcberg, mengatakan banyak penelitian observasional yang menunjukkan bahwa aspirin memiliki dampak positif terhadap kejadian dan tingkat kelangsungan hidup dari kanker. Namun, katanya, masih terlalu dini untuk mengatakan apakah NSAID seperti aspirin harus direkomendasikan untuk semua pasien kanker.

Pada 2021, dia terlibat dalam penelitian tentang efek aspirin terhadap kejadian kanker pada orang dewasa di atas usia 65 tahun. Studi ini mengevaluasi 19 ribu pasien dari Australia dan Amerika Serikat. Seperti yang dikatakan Prof Zalcberg, aspirin mungkin tidak menunjukkan manfaat pada orang dengan kanker kolorektal atau pada kanker lain dalam kelompok usia tersebut.

"Angka kejadiannya sama, tetapi angka kematiannya justru lebih tinggi. Ini membuat kami berpikir sedikit lebih hati-hati tentang aspirin dalam (situasi) semacam itu,” kata Prof Zalcberg.

Prof Zalcberg mengatakan, fakta ini bukan berarti orang harus berhenti mengonsumsi aspirin. Namun harus berhati-hati ketika meresepkannya untuk orang yang berusia di atas 65 tahun.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement