Oleh : Israr Itah, Redaktur Olah Raga Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Anda kenal dengan Manuel Ugarte? Saya yakin peluang Anda menggelengkan kepala ada di angka 75 persen. Bahkan, orang yang mengaku senang sepak bola tak semuanya kenal dengan sosok ini.
Namanya agak sedikit dilirik setelah klub Paris Saint-Germain (PSG) membelinya dari Sporting CP. Nilainya 60 juta euro. Kalau dirupiahkan, ya tidak jauh dari angka Rp 1 triliun. Bayangkan, 1 triliun! Padahal dua tahun lalu Sporting hanya menebusnya dengan harga 6,5 juta euro.
Ini saya kutipkan datanya. Manuel Ugarte Ribeiro adalah pesepak bola asal Uruguay yang bermain sebagai gelandang bertahan. Ugarte lulusan akademi sepak bola Fénix hingga bermain untuk tim utama klub tersebut pada 2016. Tahun 2021 dia pindah ke Sporting. Tahun ini, pemain kelahiran 11 April 2001 (usia 22 tahun) itu digaet PSG. Padahal catatan statistiknya dari 163 laga hanya mencetak 4 gol dan 6 assist.
Tapi kan dia gelandang bertahan? Oke, tapi hanya 56 persen memenangi dua di atas lapangan dan 64 persen duel udara, bukan statistik mengagumkan. Lainnya, tinggal cari saja. Saya kira Anda pasti sepakat statistik Ugarte tak mentereng amat.
Namun bursa transfer pesepak bola makin ke sini makin tak masuk akal. Mulai dari era Roman Abramovich masuk ke Chelsea pada 2003, hingga duit Uni Emirat Arab mengguyur Manchester City pada 2008. Dilanjutkan duit Qatar ke PSG mulai 2012 dan yang terbaru, dana Arab Saudi ke Newcastle United dan Liga Pro Saudi yang mengguncang dunia.
Mengalirnya duit minyak, terutama dari Timur Tengah, tak bisa dimungkiri mengubah sepak bola Eropa. Klub-klub yang dulu masih bisa jual mahal dan menahan diri, mau tak mau terpaksa rela menggelontorkan uang besar demi mendapatkan pemain yang diinginkan. Jika tidak, siap-siap gigit jari karena klub pesaing akan mendapatkannya.
Sebab, dulu yang sanggup membeli pemain dengan harga mahal hanya seikit, berkutat di Real Madrid, Barcelona, dan satu dua klub Italia dan Inggris. Klub Italia sekarang medit karena semakin berhemat.
Namun sekarang, semakin banyak klub yang sanggup dan enteng saja mengeluarkan uang besar untuk menggaet pemain, yang kalau dipikir-pikir belum pantas dihargai mahal.
PSG dulu membuat dunia terbelalak saat berani mengucurkan uang 222 juta euro untuk menggaet Neymar dari Barcelona pada 2017. Ini belum tambahan fee agen dan biaya tetek bengek yang dilaporkan menyentuh angka 189 juta euro.
Ada yang berpikir Neymar pantas dihargai sebesar itu. Nyatanya, bintang Brasil tersebut belum bisa memenuhi ekspektasi klub untuk juara Liga Champions. Bahkan belakangan ia menjadi benalu karena gaji kelewat tinggi tapi kontribusi tak signifikan. Dijual susah, dipertahankan rugi.
City lebib beruntung. Memang mereka butuh 15 tahun untuk meraih gelar Liga Champions pada 2023 sejak diambil alih Abu Dhabi United Group. Namun sebelum itu mereka sudah meraih tiga gelar Piala FA dan tujuh kali juara Liga Primer Inggris, kompetisi yang saat ini dianggap terbaik di dunia.
Klub-klub pemasok pemain pun sekarang makin pede jual mahal. Ditambah para agen yang sangat pintar memoles kliennya agar dapat dihargai tinggi. Seperti hukum ekonomi, semakin banyak penawaran untuk barang yang terbatas, makin tinggi harga barang tersebut.
Masuknya uang dari Public Investment Fund ke Newcastle musim lalu makin memicu naiknya harga transfer pemain. Puncaknya pada tahun ini ketika dana publik tersebut digunakan untuk membesarkan liga lokal mereka, Liga Pro Saudi, dengan menarik pemain-pemain top Eropa dengan gaji tinggi. Caranya dengan mengguyurkan uang ke klub-klub peserta untuk digunakan membeli pemain.
Cristiano Ronaldo dulu diolok-olok karena meninggalkan Manchester United (MU) untuk bergabung dengan klub Al Nassr. Ia disebut mata duitan. Di sana, ia dibayar sekitar Rp 3,2 triliun per tahun. Atau dalam hitungan jam, uang masuk sebesar Rp 405 juta ke rekeningnya.
Namun Ronaldo pede menyatakan bahwa Liga Pro Saudi akan menjadi salah satu dari lima liga terbaik di dunia. Sekarang, mereka yang dulu mengolok Ronaldo mungkin sekarang hanya bisa terdiam melihat eksodus pemain-pemain top Eropa ke Liga Pro Saudi dan menyebar ke banyak klub.
Puncaknya saat muncul kabar AL Hilal bersedia membayar PSG 300 juta euro untuk mendapatkan Kylian Mbappe. Jika mau, Mbappe akan mendapatkan gaji empat kali lipat dari yang diterima Ronaldo! Kabar ini mendapatkan respons heboh dan lucu dari para selebritas olahraga dunia yang ingin bernasib seperti Mbappe.
Bisa jadi ini belumlah puncak. Saya percaya akan ada penawaran-penawaran "gila" dari Saudi yang akan berpengaruh pada sepak bola Eropa. Boleh jadi dalam beberapa tahun mendatang, bukan tim Eropa atau Amerika Latin lagi yang berjaya di Kejuaraan Dunia Antarklub. Mungkin Al Ittihad, AL Ahli, Al Hilal, atau Al Nassr yang gantian akan berjaya, siapa tahu?