Senin 14 Aug 2023 18:49 WIB

Mendorong Implementasi KPBU dengan Skema Syariah

Pemerintah membentuk skema kerja sama dengan KPBU untuk mengatasi kendala pembangunan

Bisnis keuangan dan perbankan syariah kian berkembang (ilustrasi)
Foto: EPA
Bisnis keuangan dan perbankan syariah kian berkembang (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yosita Nur Wirdayanti, Kepala Divisi Perbankan Syariah, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah

Memiliki akses ke layanan infrastruktur dasar sangat penting untuk menciptakan peluang ekonomi dan memberikan layanan sosial kepada masyarakat. Untuk mendukung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, pemerintah membuat kebijakan umum untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Untuk itu, kebutuhan pendanaan untuk pembangunan infrastruktur terus meningkat pada periode 2020-2024 terdapat peningkatan nilai investasi infrastruktur menjadi Rp 6.445 Triliun, naik 34,3 persen dibandingkan dengan periode 2015-2019.

Penelitian World Bank menunjukkan —dengan kebijakan yang tepat— negara berpendapatan rendah dan menengah perlu menghabiskan rata-rata 4,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk memberikan layanan infrastruktur dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Pada 2021, anggaran infrasruktur Indonesia terhadap PDB mencapai 3,34 persen, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 2,44 persen.

Kebutuhan pendanaan yang tinggi ini menjadi kendala karena keterbatasan dana pemerintah dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selain pendanaan, terdapat pula keterbatasan dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM) dan keahlian pemerintah dalam membangun dan mengelola infrastruktur dasar.

Pemerintah telah membentuk skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) untuk mengatasi kendala-kendala pembangunan infrastruktur tersebut. Pembangunan infrastruktur pemerintah juga dapat menjadi peluang bagi perusahaan-perusahaan dikarenakan proyek strategis ini memiliki nilai besar, jangka waktu panjang, dan dukungan penuh dari pemerintah termasuk berupa skema penjaminan.

Pada RPJMN 2020-2024, skema KPBU merupakan salah satu upaya inovatif untuk mendorong peran serta investasi masyarakat dan badan usaha dalam memperkuat infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar. Sedangkan dalam Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024, salah satu program dalam strategi penguatan pembiayaan perbankan syariah adalah perluasan pembiayaan syariah produktif sektor korporasi dan jangka panjang (infrastruktur).

Program ini diperkuat pada Rencana Implementasi Ekonomi Syariah, di mana salah satu pendekatan dalam salah satu inisiatif strategis adalah optimalisasi pembiayaan proyek infrastruktur pemerintah dan SDGs melalui perbankan syariah. Program KPBU Syariah juga merupakan salah satu program strategis KNEKS yang didorong oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin selaku Ketua Harian dalam rapat pleno KNEKS.

Dalam ekosistem KPBU, terdapat 2 (dua) pihak utama dan 2 (dua) pihak pendukung yang terlibat. Pihak utama adalah Penanggung Jawab Kerjasama (PJPK) dan Badan Usaha Pelaksana (BUP). Pihak pendukung adalah PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) sebagai penjamin PJPK dan Financiers/Lenders sebagai penyedia pendanaan untuk BUP.

Proyek-proyek KPBU yang berjalan saat ini dapat didanai oleh Lembaga Keuangan Konvensional (LKK) maupun Lembaga Keuangan Syariah (LKS), seperti yang terjadi pada proyek jalan tol Cikampek, Jalan tol Balikpapan-Samarinda, rel Kereta Api Makassar-Parepare dan beberapa proyek lainnya. Meskipun dari sisi pembiayaan/financial close LKS sudah dapat memberikan pembiayaan atas proyek KPBU yang ada, tetapi dari perspektif ekosistem keuangan syariah, Pemerintah sebagai PJPK diharapkan untuk memberikan peluang bagi industri keuangan syariah untuk berkembang, salah satunya melalui KPBU Syariah. Di tengah perkembangan keuangan syariah global, Indonesia harus menempatkan diri sebagai aktor utama, termasuk pada pembiayaan korporasi dan pembiayaan infrastruktur.

Pembiayaan syariah untuk proyek KPBU dan infrastruktur bukan hal yang baru di dunia keuangan syariah. Pada 2005 proyek KPBU Rumah Sakit di Konya, Turki dibiayai oleh Islamic Development Bank (IsDB) menggunakan akad Istisna. Selain KPBU Rumah Sakit di Turki, beberapa proyek KPBU lain yang dibiayai oleh keuangan syariah (bersama dengan lembaga keuangan konvensional) adalah proyek peningkatan kapasitas Queen Alia International Airport (QAIA) di Jordan, proyek Doraleh Container Terminal di Djibouti dan beberapa proyek KPBU lainnya.

Di Indonesia pun bank syariah dan lembaga keuangan syariah telah mempunyai pengalaman membiayai proyek KPBU. Sejak 2018 hingga Juni 2023, terdapat 15 proyek KPBU yang dibiayai Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dengan total pembiayaan mencapai Rp 19,9 triliun.  

Karakteristik skema KPBU ini secara umum tidak melanggar ketentuan syariah, karena proyek infrastruktur yang bersifat asset-backed dan secara bisnis tidak mengandung barang/aktivitas non-halal, sehingga proyek infrastruktur merupakan sektor yang tepat untuk dibiayai oleh skema keuangan syariah. Namun, ada dua titik kritis utama dalam ekosistem KPBU yang ada saat ini, yaitu ketentuan time value of money (interest) pada perjanjian regres, serta perjanjian kredit antara BUP dan lembaga keuangan konvensional yang menggunakan skema bunga (interest).

Mengingat perjanjian penjaminan dan perjanjian regres adalah perjanjian turunan dari perjanjian KPBU, maka untuk menerapkan penjaminan dan regress skema syariah, perjanjian KPBU antara PJPK dan BUP juga perlu menggunakan skema syariah. Skema KPBU Syariah pertama yang sudah disusun adalah pada proyek KPBU Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) di Aceh. Pada proyek ini perjanjian KPBU antara PJPK dan BUP menggunakan akad Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) atau sewa-beli.

Per April 2023, Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah tercatat sebesar Rp 639,382 Triliun, sedangkan pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp 523,36 Triliun. Artinya ada lebih dari Rp 110 Triliun dalam bentuk kas dan surat berharga. Dana ini tentunya akan lebih produktif jika dapat disalurkan dalam bentuk pembiayaan.

BUP proyek KPBU merupakan salah satu nasabah potensial untuk diberikan pembiayaan oleh Bank Syariah, terutama untuk KPBU yang menggunakan skema pengembalian investasi Ketersediaan Layanan (Availability Payment), di mana risiko demand atas penggunaan asset yang dibangun menjadi tidak ada. Pada skema availability payment, risiko terbesar bagi pemberi pembiayaan adalah risiko gagalnya BUP menyelesaikan proyek sesuai kerangka acuan kerja yang ditetapkan oleh PJPK.

Dalam skema KPBU Syariah, diharapkan keseluruhan transaksi bisa difasilitasi oleh keuangan syariah. Namun terbatasnya BMPD lembaga keuangan syariah menjadi salah satu tantangan untuk dapat membiayai full syariah untuk proyek-proyek KPBU dengan nilai proyek yang besar. Untuk tahap awal, dapat dipilih proyek-proyek dengan nilai yang dapat diserap oleh lembaga keuangan syariah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement