Oleh : Arizqi Ihsan Pratama*
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan telah berlalu ketika hati masih rindu kepadanya, di waktu jiwa merasakan manisnya iman saat bersamanya, maka adakah yang tersisa dari jejaknya?. Betapa bulan Ramadhan telah mendidik kita bagaimana menjadi hamba Allah yang benar, ia menggembleng jiwa-jiwa kita agar selalu taat kepada aturan Rabb-Nya dan berusaha menjauhi segala larangan-Nya. Berbahagialah kita yang diterima puasanya dan merugilah kita yang masih bergelimang dosa. Sayyidina Ali radhiyallahu'anhu pernah bertutur:
“Aduhai, andai aku tahu siapakah gerangan yang diterima amalannya agar aku dapat memberi ucapan selamat kepadanya, dan siapakah gerangan yang ditolak amalannya agar aku dapat ‘berkabung’ untuknya.” (Lathaif al-Ma’arif: 187)
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam pernah bersabda:
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَىَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ
Celaka seseorang yang aku disebut di sisinya lalu tidak bershalawat kepadaku. Celaka seseorang yang memasuki Ramadhan kemudian keluar darinya sebelum ia diampuni. Dan celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya yang lanjut usia namun tidak bisa memasukkannya ke surga. (HR. Tirmidzi)
Akankah kita sebagai seorang yang beriman bergembira dengan berlalunya Ramadhan dimana para salafu shalih justru malah bersedih dan khawatir jika amalan puasanya tidak diterima oleh Allah?.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu'anhuma berkata: “Wahai orang-orang yang diterima amalannya, selamat untukmu, wahai orang-orang yang ditolak amalnya semoga Allah menambal musibahmu.” (Lathaif al-Ma’arif: 377)
Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu'anhu berkata: “Sebagian salaf menampakkan kesedihan di hari Idul Fitri.” Kemudian ada yang berkata: “Hari ini adalah hari kegembiraan dan kesenangan!” Beliau menjawab: “Kamu benar, namun aku adalah seorang hamba yang diperintahkan oleh tuanku (Allah Ta’ala) untuk melakukan untuk-Nya suatu amalan dan aku tidak tahu apakah Ia menerimanaya ataukah tidak.”
Amir bin Qois pernah menangis lalu seseorang bertanya kepadanya: “Apa yang membuatmu menangis?” Ia berkata: “Demi Allah aku menangis bukan karena ambisi dunia atau harta tetapi aku menangis karena telah berlalunya dahaga di siang terik dan shalat di malam musim dingin (Ramadhan). (Az-Zuhdu: 95)
Hasan al-Bashri berkata: “Sesungguhnya Allah menjadikan bulan Ramadhan sebagai arena perlombaan dengan ketaatan menuju keridhoan-Nya. Sekelompok orang bersegera mendahului maka merekalah orang-orang yang menang. Sekelompok lagi ada yang tertinggal maka merekalah yang merugi. Maka amat mengherankan bagi orang-orang yang bermain-main sambil tertawa ria di hari beruntungnya orang-orang yang muhsin dan meruginya orang-orang yang ditolak amalannya.” Kemudian Hasan Al-Bashri pun menangis. (Lathaif al-Ma’arif: 376)
Sebagaimana kita menempuh Ramadhan dengan keta’atan maka tinggalkanlah ia dengan memperbanyak keta’atan. Suatu amal tidaklah berhenti kecuali dengan datangnya kematian. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
Dan sembahlah Rabb mu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (QS. Al-Hijr: 99)
Berkata Hasan al-Bashri:
أَي قَوْمُ ، الْمَدَاوَمَةَ الْمُدَاوَمَةَ؛ فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ لِعَمَلِ الْمُؤْمِنِ أَجَلاً دُونَ الْمَوْتِ
Wahai para manusia, kontinyulah! kontinyulah! Karena sesungguhnya Allah tidak menjadikan amal seorang mu'min waktu berakhir selain kematian. (az-Zuhdu: 20)
Maka, selepas Ramadhan berlalu mari kita mencoba istiqomah untuk terus melakukan berbagai ibadah dan amal shalih. Bukankan Allah mencintai pekerjaan yang sedikit tetapi kontinyu?.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pernah ditanya: Amalan apa yang paling di sukai Allah? Beliau menjawab: “Yakni yang terus menerus walaupun sedikit.”
Aisyah radhiallahu ‘anha pernah ditanya: Bagaimana Rasulullah mengerjakan sesuatu amalan, apakah ia pernah mengkhususkan sesuatu sampai beberapa hari tertentu, ia menjawab: “Tidak, namun beliau mengerjakan secara terus menerus, dan siapapun di antara kalian hendaknya ia jika mampu mengerjakan sebagaimana yang di kerjakan Rasulullah."
Hadits ini memberikan beberapa pelajaran, antara lain:
1. Hendaknya, seluruh kebajikan kita laksanakan secara keseluruhan tanpa pilih-pilih menurut kemampuan kita dan dikerjakan secara rutin.
2. Tengah-tengah dalam beribadah (sedang-sedang), dan menjauhi segala bentuk berlebihan, agar jiwa selalu bersemangat dan lapang, maka dengan ini akan tercapai segala tujuan ibadah, dan sempurna dari berbagai segi.
3. Agar rutin dalam beramal, suatu amalan meskipun sedikit jika dilakukan secara terus-menerus lebih baik dari pada amalan yang banyak namun terputus.
4. Dengan demikian amalan yang sedikit namun rutin akan memberi buah dan nilai tambah yang berlipat ganda dari pada amalan banyak yang terputus.
Maka beberapa amal ibadah yang biasanya dilakukan pada bulan suci Ramadhan tentu bisa kita lakukan juga selepas Ramadhan, diantaranya yaitu:
1. Puasa
Puasa adalah tameng seorang mu'min dari api neraka dan benteng dari musuh-musuhnya dari kalangan jin dan manusia.
Dari Utsman radhiyallahu'anhu, ia mendengan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْقِتَالِ
Puasa adalah perisai seperti perisai salah seorang kalian dari peperangan. (HR. An-Nasai)
Lalu apakah kita merasa aman di luar Ramadhan tanpa perisai? Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan musim-musim berpuasa agar seorang mu'min tetap dengan perisainya tersebut. Diantara puasa sunah yang bisa dilakukan diantaranya yaitu:
a. Puasa 6 hari di bulan Syawal
Dari Abu Ayyub al-Anshori radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal maka ia seperti berpuas setahun. (HR. Muslim)
b. Puasa 10 Hari di bulan Dzulhijjah
c. Puasa 3 hari setiap bulan (tanggal 13, 14, 15 bulan Hijriyyah)
d. Puasa Asyura’ ( tanggal 9 dan 10 Muharram)
e. Puasa Arofah (tanggal 9 Dzulhijjah)
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
ثَلاَثٌ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ فَهَذَا صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
Tiga hari di setiap bulan, Ramadhan ke Ramadhan berikutnya maka itu adalah puasa setahun, puasa hari Arofah aku berharap kepada Allah akan menghapus dosa setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya dan puasa pada hari Asyuro’ aku berharap kepada Allah akan menggugurkan dosa setahun yang lalu. (HR. Muslim)
f. Puasa Senin dan Kamis
Dari Aisyah radhiyallahu'anha, ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَتَحَرَّى صَوْمَ الإِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ
Nabi shalallahu alaihi wassalam menekuni puasa senin dan kamis (HR. Tirmidzi)
2. Shalat Malam
Jika kita termasuk orang yang tekun shalat Tarawih, maka ketahuilah itulah kemuliaan. Jika demikian, apakah kita ingin mulia di bulan Ramadhan saja ataukah juga di bulan yang lainnya?
Sahl bin Sa’d radhiyallahu'anhu berkata: “Telah datang Jibril alaihissalam kepada Nabi shalallahu alaihi wassalam kemudian berkata:
يَا مُحَمَّدُ عِش مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ وَ احْبَبْ مَنْ أَحْبَبْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ وَ اعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْرِي بِهِ ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ شَرَفُ الْمُؤْمِنِ قِيَامُ اللَّيْلِ وَ عِزُّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ
Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu sesungguhnya engkau akan mati, cintailah siapa saja yang engkau cintai sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya dan beramallah sesukamu sesungguhnya engkau akan dibalas. Wahai Muhammad kemuliaan seorang mu’min adalah shalat malam (tahajjud) dan keperkasaannya adalah merasa cukup dari (apa yang dimiliki) orang lain. (HR. Al-Hakim)
Dari Abdullah bin Salam radhiyallahu'anhu, Nabi shalallahu alaihi wassalam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَفْشُوا السَّلَامَ وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
Wahai manusia, sebarkanlah salam, berilah makan dan shalatlah ketika manusia tertidur niscaya engkau akan masuk surga dengan aman. (HR. Tirmidzi)
3. Membaca dan Menghatamkan Al-Qur’an
Ketika kita dapat membaca dan menghatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadhan maka hendaknya kita berusaha menghatamkannya juga di bulan-bulan selain Ramadhan.
Tentunya kita telah mengetahui betapa pala orang yang membaca Al-Qur'an akan dilipat gandakan 10 kebaikan. Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu Nabi Shalallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ حَسَنَةٌ وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا , لاَ أَقُوْلُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ
Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, tetapi aliif itu satu huruf, laam itu satu huruf, dan miim itu satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
4. Berinfaq dan bersedekah
Amalan yang juga sangat sering dikerjakan di bulan Ramadan adalah berinfaq atau bersedekah. Walaupun Ramadhan telah berakhir, bukan berarti kita berhenti untuk berinfaq dan bersedekah. Justru kita perlu mengistiqomahkan amalan ini.
Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan perumpamaan yang sangat indah tentang pahala bagi orang yang bersedekah
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah: 261)
Dalam hadits dijelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala melipatgandakan pemberian hamba-Nya
أَيُّمَا مُؤْمِنٍ أَطْعَمَ مُؤْمِنًا عَلَى جُوعٍ أَطْعَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ ثِمَارِ الجَنَّةِ، وَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ سَقَى مُؤْمِنًا عَلَى ظَمَإٍ سَقَاهُ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنَ الرَّحِيقِ المَخْتُومِ، وَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ كَسَا مُؤْمِنًا عَلَى عُرْيٍ كَسَاهُ اللَّهُ مِنْ خُضْرِ الجَنَّةِ
Siapa pun orang mu'min yang memberi makan mu'min lain saat lapar, Allah akan memberinya makan dari buah surga, siapa pun mukmin yang memberi minum mukmin lain saat dahaga, Allah akan memberinya minum pada hari kiamat dengan minuman yang penghabisannya adalah beraroma wangi kesturi, siapa pun mukmin yang memberi pakaian mukmin lain saat telanjang, Allah akan memberi pakaian dari sutera surga.” (HR. At-Tirmizi)
Sedekah juga dapat menjadi obat bagi orang yang sakit
وَدَاوُوا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةَ
Obatilah orang sakit kalian dengan sedekah. (HR. Abu Daud)
Kemudian betapa sedekah akan menjadi naungan pada yaumul mahsyar kelak. Di saat semua orang kepanasan karena demikian dekatnya matahari hingga banyak yang tenggelam dengan keringatnya sendiri, orang yang bersedekah akan mendapat naungan dari sedekahnya.
إِنَّ ظِلَّ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَدَقَتُهُ
Sesungguhnya naungan seorang mu'min pada hari kiamat adalah sedekahnya (HR. Ahmad)
Jangan ragu dan jangan risau untuk berinfak dan bersedekah karena di setiap harta yang kita infakkan akan Allah gantikan kelak. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
Apapun harta yang kamu infaqkan, maka Allah pasti akan menggantikannya, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi rezki. (QS. Saba: 39).
5. Istiqomah Berakhlak Mulia
Saat bulan Ramadhan kita berusaha sekuat mungkin mempuasakan seluruh anggota badan, namun usaha ini janganlah putus di luar Ramadhan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya (QS. Al-Isra: 36)
Ketika kita dicela, dimaki dan disakiti di bulan Ramadhan, kita menjawab: “ Aku sedang berpuasa.” Tidakkah akhlak mulia ini kita pelihara sampai kita berjumpa dengan Nabi shallallahu alaihi wassalam?
Dari abdullah bin Amr Radhiyallahu'anhu Rasulullah shallallahu alaihi wassalam bersabda:
أَلا أُحَدِّثُكُمْ بِأَحَبِّكُمْ إِلَى وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّى مَجْلِساً يَوْمَ الْقِيَامَةِ. ثَلَاثَ مَرَّاتٍ يَقُولُهَا قَالَ قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ فَقَالَ أَحْسَنُكُمْ أَخْلاقاً
Maukah kalian aku beritahu tentang orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya denganku diantara kalian pada hari kiamat?” Beliau mengucapkannya tiga kali. Kami menjawab: “Tentu saja, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab: “orang yang paling baik akhlaknya diantara kalian.” (HR. Ahmad)
Selepas Ramadhan berlalu, mari kita bersemangat untuk tetap istiqomah dalam beribadah sesuai dengan kemampuan kita. Semoga kita bisa merutinkan amalan-amalan di atas. Tentu saja semua amalan tersebut bisa kita kerjakan dengan taufik dan hidayah-Nya. Kita sangat butuh sekali pertolongan-Nya dengan banyak berdo’a memohon keistiqomahan.
Ibnu Rajab rahimahullah menyampaikan nasehat yang amat baik,
"Barangsiapa melakukan dan menyelesaikan suatu ketaaatan, maka di antara tanda diterimanya amalan tersebut adalah dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Dan di antara tanda tertolaknya suatu amalan adalah melakukan kemaksiatan setelah melakukan amalan ketaatan. Jika seseorang melakukan ketaatan setelah sebelumnya melakukan kejelekan, maka kebaikan ini akan menghapuskan kejelekan tersebut. Yang sangat bagus adalah mengikutkan ketaatan setelah melakukan ketaatan sebelumnya. Sedangkan yang paling jelek adalah melakukan kejelekan setelah sebelumnya melakukan amalan ketaatan. Ingatlah bahwa satu dosa yang dilakukan setelah bertaubat lebih jelek dari 70 dosa yang dilakukan sebelum bertaubat. Mintalah pada Allah agar diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah perlindungan pada Allah dari hati yang terombang-ambing.”
Semoga Allah memberikan kita keistiqomahan dalam melakukan amal shalih hingga kita wafat dalam keadaan Husnul hotimah. Aamiin ya Robbal alamin.
*Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Darunnajah Bogor