REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga think tank EMBER mencatat sebagian besar perusahaan batu bara besar telah merencanakan peningkatan pendapatan non-batu bara dengan mengejar peluang bisnis di sektor energi bersih. Beberapa upaya yang dilakukan adalah menggencarkan bisnis energi terbarukan, kendaraan listrik, dan mineral penting.
EMBER mengatakan perusahaan yang memperluas bisnis mereka ke energi bersih dapat memanfaatkan peluang bisnis dari Just Energy Transition Partnership (JETP) yang sedang dikembangkan. "Kemitraan antara pemerintah Indonesia dan International Partners Group (IPG) ini menargetkan peningkatan porsi energi terbarukan Indonesia sebesar 44 persen," demikian dikutip dari laporan EMBER bertajuk "Risiko Mengabaikan Emisi Metana di Pertambangan Batu Bara".
Hampir semua perusahaan yang ditinjau untuk laporan ini, kecuali Bayan Resources dan Baramulti Suksessarana, mulai mengembangkan bisnis energi terbarukan. Adaro Energy dan mitra konsorsiumnya, misalnya, diketahui sedang membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) skala besar di Kalimantan Utara dan proyek pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) di Kalimantan Selatan.
Kemudian, Dian Swastatika Sentosa, perusahaan induk Golden Energy Mines dan afiliasi Berau Coal, bekerja sama dengan Trina Solar dalam pengembangan PLTS terintegrasi pertama di Indonesia. Anak perusahaan Indika Energy, EMITS, juga akan mengembangkan sistem PLTS hibrida 102 MWp untuk program substitusi diesel PLN.
Terakhir, ABM Investama memiliki dan mengoperasikan pembangkit listrik biogas di Kalimantan Selatan melalui anak usahanya, PT Anzara Janitra Nusantara.
Dua perusahaan juga telah memulai bisnis kendaraan listrik. VKTR, anak perusahaan Bakrie and Brothers dan berafiliasi dengan Bumi Resources, memproduksi bus listrik, kendaraan roda dua listrik, dan stasiun pengisian daya. Ilectra Motor Group (IMG), anak perusahaan Indika Energy, mengembangkan kendaraan roda dua listrik.