Selasa 08 Oct 2024 17:12 WIB

Degradasi Lingkungan, Perubahan Habitat Ancam Burung Gereja di Jepang

Pemerintah Jepang mengaitkan fenomena ini dengan pemanasan global.

Burung camar terbang di dekat Kolam Shinobazu di Taman Ueno, Tokyo, Jepang, Senin (29/3/2020).
Foto: REUTERS/Kim Kyung-Hoon
Burung camar terbang di dekat Kolam Shinobazu di Taman Ueno, Tokyo, Jepang, Senin (29/3/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Burung gereja, bersama sejumlah jenis burung lain dan ragam kupu-kupu yang sangat akrab bagi masyarakat Jepang, kini mengalami penurunan populasi yang cepat akibat degradasi lingkungan dan perubahan habitat, menurut sebuah laporan.

Laporan yang dirilis pekan lalu oleh Kementerian Lingkungan Hidup Jepang dan Masyarakat Konservasi Alam, memperingatkan bahwa dengan kondisi saat ini, beberapa spesies burung bisa segera terdaftar sebagai spesies yang terancam punah, demikian dilaporkan oleh The Mainichi pada Senin (7/10).

Menurut laporan tersebut, 15 persen spesies burung dan 33 persen spesies kupu-kupu yang menghuni "Satoyama", hutan sekunder di dekat pemukiman manusia, telah menurun dengan laju tahunan sebesar 3,5 persen atau lebih.

Jika tren itu berlanjut, burung gereja, burung-burung lainnya, dan kupu-kupu yang umum terlihat di sekitar pemukiman manusia mungkin memenuhi kriteria untuk diklasifikasikan sebagai spesies yang terancam punah dalam Daftar Merah kementerian.

Penurunan tersebut sangat mengkhawatirkan untuk spesies yang umum, dengan populasi burung gereja menyusut sebesar 3,6 persen per tahun, dan burung kucica Jepang, spesies asli negara Sakura itu, menurun sebesar 8,6 persen. Populasi kupu-kupu ungu besar (great purple emperor) juga mengalami penurunan tajam, yaitu 10,4 persen per tahun.

Kementerian mengaitkan fenomena itu dengan pemanasan global yang membuat suhu di habitat spesies tersebut kurang optimal untuk kelangsungan hidup mereka. Selain itu, perubahan habitat, seperti peningkatan wilayah Satoyama yang tidak terurus, turut menyumbang pada penurunan populasi tersebut.

"Ini adalah temuan yang serius. Lingkungan alami di area Satoyama berubah secara nasional," kata Minoru Ishii, profesor emeritus di Universitas Prefektur Osaka, yang menjadi penasihat dalam survei tersebut.

Degradasi lingkungan, termasuk penyusutan lahan basah, memperburuk situasi. Dalam dekade terakhir, jumlah burung kedidi, plover, dan burung lainnya di lahan basah pedalaman dan daerah pesisir telah berkurang setengahnya, sementara populasi burung camar di wilayah pulau juga turun drastis.

Masyarakat Konservasi Alam Jepang telah menyerukan peningkatan sistem pemantauan untuk memulihkan keanekaragaman hayati dan mendesak sektor publik dan swasta untuk meningkatkan dukungan terhadap upaya konservasi lingkungan di komunitas.

 

sumber : Anadolu/Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement