Kamis 13 Mar 2025 18:00 WIB

Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan Segera Diresmikan

Potensi nilai transaksi karbon sektor kehutanan sekitar Rp 3,2 triliun per tahun.

Foto udara suasana Taman Hutan Hujan Tropis Indonesia (TH2TI) di Perkantoran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Ahad (28/07/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Foto udara suasana Taman Hutan Hujan Tropis Indonesia (TH2TI) di Perkantoran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Ahad (28/07/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengatakan perdagangan karbon dari sektor kehutanan segera diresmikan sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim dan percepatan ekonomi hijau. Program ini disebut membuka peluang besar bagi Indonesia untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pelaku usaha.

“Langkah ini sejalan dengan visi Astacita yang diusung Presiden RI Prabowo Subianto dalam mewujudkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan,” kata Raja Juli, Kamis (13/3/2025).

Baca Juga

Pada tahap awal, perdagangan karbon ini mencakup skema pengelolaan hutan oleh swasta (Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan/PBPH) dan Perhutanan Sosial, dengan potensi serapan karbon yang berbeda. PBPH memiliki potensi serapan 20-58 ton CO2 per hekatare dengan harga 5-10 dolar AS per ton CO2. Sementara Perhutanan Sosial dapat menyerap hingga 100 ton CO2 per hektare dengan harga mencapai 30 euro per ton CO2.

Pada 2025, potensi perdagangan karbon sektor ini diperkirakan mencapai 26,5 juta ton CO2, dengan nilai transaksi berkisar Rp 1,6 triliun-Rp 3,2 triliun per tahun. Jika dioptimalkan hingga 2034, lanjut Menhut, maka potensi perdagangan karbon dari sektor kehutanan dapat mencapai Rp 97,9 triliun-Rp 258,7 triliun per tahun, dengan kontribusi pajak sekitar Rp 23 triliun-Rp 60 triliun, serta PNBP Rp 9,7 triliun-Rp 25,8 triliun per tahun. Selain itu, program ini diharapkan dapat menciptakan 170 ribu lapangan kerja di berbagai lokasi proyek karbon.

Menhut menegaskan perdagangan karbon tidak hanya berfokus pada pengurangan emisi, tetapi juga berperan dalam percepatan reforestasi melalui konservasi dan strategi Afforestation, Reforestation and Revegetation (ARR). Untuk memastikan daya saing perdagangan karbon Indonesia secara global, Kementerian Kehutanan bersama Kementerian Lingkungan Hidup telah berkoordinasi dengan Utusan Khusus Presiden untuk Urusan Iklim Hashim Djojohadikusumo.

Salah satu langkah strategis yang tengah didorong adalah penyelesaian Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan standar internasional seperti Verra, Gold Standard, dan Plan Vivo, yang ditargetkan rampung pada Mei 2025. Selain itu, pemerintah juga tengah merevisi Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 terkait Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) guna meningkatkan efektivitas dan transparansi perdagangan karbon.

“Dengan berbagai langkah ini, Kementerian Kehutanan optimistis bahwa perdagangan karbon sektor kehutanan akan menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi hijau, ketahanan pangan dan energi, serta penguatan komitmen Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim,” kata Menhut.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement