Sabtu 14 Apr 2018 09:54 WIB

Duduk Terlalu Lama Bisa Rusak Otak, Ini Hasil Studinya

Orang yang duduk terlalu lama struktur otaknya lebih tipis.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nur Aini
Duduk. Ilustrasi
Foto: apartmenttherapy.com
Duduk. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duduk terlalu lama tidak hanya buruk bagi jantung dan pinggang, juga dapat membahayakan otak. Dilansir dari Business Insider, Sabtu (14/3), seseorang dengan lebih banyak waktu duduk memiliki struktur otak lebih tipis di wilayah otak yang terkait dengan memori. Teori tersebut didapatkan dari sebuah penelitian yang baru dipublikasikan di jurnal PLOS One.

Penipisan di bagian otak tersebut bisa menjadi awalan untuk penurunan kemampuan kognitif, demensia atau Alzheimer, menurut para peneliti dari Universitas California, Los Angeles (UCLA). Dalam studi, mereka menuliskaan bahwa aktivitas fisik yang tinggi tidak cukup untuk mengimbangi efek dari perilaku tidak aktif ini.

Para ilmuwan UCLA di belakang penelitian merekrut 35 orang dewasa setengah baya dan dewasa yang sehat antara usia 45 hingga 75 tahun. Peneliti bertanya tentang tingkat aktivitas fisik peserta dan berapa banyak waktu yang mereka habiskan untuk duduk selama pekan kerja.

Untuk menilai kesehatan otak orang-orang, peneliti melakukan scan MRI dengan resolusi tinggi pada otak peserta. Mereka bisa melihat dekat lobus medial temporal (MTL), wilayah otak yang penting untuk pembentukan memori.

Bertentangan dengan apa yang telah ditemukan beberapa peneliti sebelumnya, tingkat studi peserta tidak memiliki pengaruh signifikant erhadap MTL. Tapi, perilaku sedentari atau duduk yang terlalu lama memberikan dampak.

Rata-rata, peserta duduk di antara tiga hingga tujuh jam tiap harinya. Semakin sering mereka duduk, semakin tipis MTL mereka begitupun dengan sub wilayah otak yang terhubung. Penipisan di wilayah otak tersebut bisa menjadi tanda penurunan kognitif. Oleh karena itu, perilaku sedentari mampu meningkatkan kesehatan otak seseorang yang berisiko terkena Alzheimer.

Beberapa peringatan yang patut diperhatikan, hal itu bukan studi besar dan karena peneliti hanya menilai peserta pada satu waktu, mereka tidak bisa memastikan penipisan otak hanya disebabkan perilaku sedentari. Tapi, kenyataan bahwa perilaku sedentari memiliki hubungan dengan penipisan otak benar adanya.

Dalam studi lanjutan, peneliti ingin mengikuti suatu kelompok dari waktu ke waktu untuk lebih memahami apakah duduk menyebabkan penipisan dan memastikan pengaruh faktor demografi. Mereka juga perlu melihat apakah berjalan-jalan membuat perbedaan dalam hal ketebalan MTL.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement