REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan kondisi lingkungan dan kebiasaan yang dilakukan pada saat liburan dapat memicu terjadinya berbagai masalah kesehatan. Masalahnya bisa muncul mulai dari saat dalam perjalanan, setelah tiba di lokasi berlibur, hingga setelah liburan usai.
Selain masalah kesehatan yang umum, kegawatdaruratan medis juga bisa saja terjadi. Salah satu masalah yang paling sering dialami oleh wisatawan adalah trauma alias cedera.
“Trauma bisa berupa trauma muskuloskeletal, luka lecet, luka robek, luka bakar, sampai dengan patah tulang," ujar dokter umum dan Kepala Unit Emergency RS Pondok Indah, dr Felix Samuel MKes, di sela acara media trip RS Pondok Indah di Bogor, Jawa Barat, belum lama ini.
Trauma luka lecet atau luka robek adalah cedera yang menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan jaringan bawah kulit. Tata laksana untuk cedera ini dimulai dengan membersihkan luka menggunakan air bersih kemudian menutup luka salah, satunya bisa dijahit.
Setelah itu, luka dapat diberikan antibiotik topikal bila perlu. Dokter bisa saja menyuntikkan vaksin tetanus toxoid dan antibiotik serta memberikan obat minum pereda nyeri jika diperlukan.
Sementara itu, ketika terjadi luka bakar, jaringan kulit, jaringan bawah kulit, dan jaringan lain bisa rusak. Luka bakar disebabkan oleh kontak dengan suatu sumber panas, misalnya radiasi sinar matahari, api, listrik, air panas, maupun cairan kimia.
"Saat liburan, yang sering terjadi ialah kejadian tersiram air panas atau terkena api," ujarnya.
Untuk luka bakar, penanganan utama adalah menjauhkan korban dari sumber panas. Kalau berupa api, copot pakaian yang terbakar, lepas kalung, gelang, cincin, jam tangan, atau aksesori lain yang mengikat di daerah luka bakar.
Kalau luka sudah bengkak maka aksesori yang dikenakan tidak akan bisa dilepas lagi. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut.
Selanjutnya, lakukan dekontaminasi dengan mencuci atau membersihkan luka di bawah air mengalir. Dengan begitu, kotoran yang menempel pada permukaan jaringan dan pendinginan bisa dibersihkan sekaligus menurunkan suhu di area luka pada luka bakar.
Setelah itu, keringkan dengan handuk atau kain lembut yang kering dan bersih. Lihat apa perlu dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat untuk diberikan terapi lebih lanjut.
"Trauma luka bakar tidak boleh dioleskan pasta gigi, kecap dan mentega karena dapat menambah infeksi pada jaringan yang sedang meradang," jelas Felix.
Di rumah sakit tersedia salep atau krim khusus yang digunakan setelah luka dibersihkan. Salep ini berfungsi sebagai antibiotik atau antikuman dan zat yanh bisa merangsang pertumbuhan jaringan penyembuhan. Menurut Felix, dokter juga mungkin memberikan anti tetanus taxoid dan antibiotik bila dianggap perlu.
Felix mengungkapkan, wisatawan juga tak jarang mengalami trauma muskuloskeletal, yaitu cedera yang menyebabkan terganggunganya fungsi sendi, ligamen, otot, saraf, tendon serta tulang belakang. Hal ini disebabkan oleh benturan atau memar . Saat sedang berlibur, ada saja turis yang terpeleset, terkilir, atau jatuh.
Untuk mengatasi ini, menurut Felix, korban disarankan untuk melakukan RICE, yakni rest, ice, compression, dan elevation. Pasien harus istirahat untuk pemulihan dan tidak boleh diurut.
"Kompres daerah trauma dengan es batu selama beberapa saat yang bertujuan untuk mengurangi peradangan atau proses inflamasi serta mengurangi rasa nyeri," jelas Felix.
Selanjutnya, bebat menggunakan perban elastis untuk mengurangi pembengkakan yang terjadi dan imobilisasi. Terakhir, posisikan bagian tubuh yang cedera lebih tinggi dari badan.
"Misalnya, bila kaki keseleo, pada saat istirahat kakai diganjal bantal agar posisinya lebih tinggi dari badan," kata Felix.
Selain itu, jenis trauma lainnya yang rawan dialami wisatawan ialah trauma kepala. Cederanya bisa mengakibatkan gangguan pada kulit kepala, tengkorak, dan otak.
"Ini terjadi apabila terjatuh atau terbentur, biasanya terjadi pada anak-anak," ungkap Felix.
Trauma kepala bisa menyebabkan gegar otak dipendarahan pada otak. Waspada bila ada tanda bahaya trauma, kepala seperti penurunan kesadaran, amnesia, muntah proyektil, sakit kepala hebat, kejang, dan defisit neurologis.