REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara-negara dengan penduduk berpenghasilan tinggi tampaknya memiliki kepercayaan terendah terhadap vaksin. Menurut survei global terbaru yang dikutip CNN, banyak penduduknya yang tidak setuju atau tidak yakin dengan keamanan vaksinasi.
Wellcome Trust, sebuah badan amal penelitian medis Inggris, meneliti lebih dari 140 ribu orang berusia 15 tahun ke atas. Lembaga ini meneliti di lebih dari 140 negara tentang bagaimana warganya berpikir dan merasakan kesehatan maupun sains.
Secara global, sekitar delapan dari 10 orang (79 persen) setuju bahwa vaksin itu aman. Sembilan dari 10 orang di seluruh dunia mengatakan anak-anak mereka telah divaksin.
Wellcome menyatakan kepercayaan terhadap vaksin rupanya masih menjadi perhatian. Survei menemukan Bangladesh dan Rwanda memiliki kepercayaan kuat terhadap vaksin. Hampir semua penduduk di kedua negara sepakat bahwa vaksin itu aman, efektif, dan penting untuk anak-anak.
Lain halnya di negara berpenghasilan tinggi. Banyak yang meragukan kepastian tentang keamanan vaksin. Sebanyak 72 persen orang di Amerika Utara setuju bahwa vaksin itu aman.
Di Eropa, angka itu bahkan lebih rendah, yakni 59 persen di Eropa Barat dan 40 persen di Eropa Timur. "Di beberapa daerah ini, pengetahuan ilmiah atau tingkat pendidikan yang lebih besar sebenarnya terkait dengan kurang percaya diri pada vaksin," demikian ditulis dalam laporan.
Hal itu menunjukkan bahwa mengeluarkan lebih banyak informasi ilmiah atau mencoba mendidik lebih banyak orang, tidak akan cukup untuk mengubah pikiran tentang masalah vaksin. Laporan penelitian memilih Prancis sebagai yang memiliki tingkat kepercayaan terendah terhadap vaksin. Prancis termasuk paling skeptis tentang vaksin.
Sepertiga penduduknya tidak setuju bahwa vaksin itu aman. Sepersepuluhnya tidak setuju bahwa vaksin itu penting untuk diberikan kepada anak-anak.
"Meningkatnya keragu-raguan vaksin di Prancis selama beberapa tahun terakhir telah membantu mendorong cakupan vaksin di antara beberapa anak dan dewasa muda di bawah ambang batas kekebalan dan menyebabkan meningkatnya jumlah penyakit campak dan meningokokus," lanjut ulasan dalam laporan itu.
Laporan juga menyatakan diperlukan lebih banyak penelitian tentang peran yang dimainkan media sosial dan kampanye informasi yang keliru dalam menimbulkan skeptisme seputar vaksinasi. Kekhawatiran publik tentang keamanan vaksin selalu ada. Tetapi pengaruh media sosial dinilai telah memungkinkan penyebaran apa yang oleh UNICEF disebut sebagai 'infeksi informasi yang sebenarnya' kepada khalayak yang lebih luas.
Menurut Jeremy Farrar, direktur Wellcome Trust, tidak peduli seberapa hebat ide, betapa menariknya perawatan terbaru atau seberapa kuat sains, orang-orang di negara kaya cenderung lebih memerhatikan manfaatnya.
Setelah sebagian besar kasus campak diberantas, penyakIt itu malah mewabah kembali secara global termasuk di Amerika Serikat. Banyak yang menilai penyebaran kembali wabah karena perlawanan terhadap vaksin atau imunisasi dari sejumlah kelompok. Namun selain itu, ada faktor infrastruktur kesehatan yang buruk dan kurangnya kesadaran.