REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak yang menjadi korban pelecehan seksual saat kecil cenderung menjadi predator seks saat dewasa. Meski demikian, tidak semua korban akan berlaku demikian.
"Banyak temuan dan riset yang memiliki kesimpulan demikian, bahwa anak yang menjadi korban kejahatan seksual saat kecil, jika tidak tertangani dengan baik maka kelak dewasa bisa menjadi predator seks yang menjahati anak-anak." ujar kata Kabid Pemantauan dan Kajian Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel di Jakarta, Rabu.
Menurut Reza, tetap ada daya lenting yang jika terbangun maka akan bisa menghindarkan yang bersangkutan pada proses pembentukan perilaku jahat. Reza menjelaskan ada beberapa mekanisme korban menjadi pelaku, yakni perasaan negatif atau amarah yang dipindah dari subjek otentik ke subjek pengganti.
"Kedua, kesan atau sensasi positif akibat seks dini. Pengulangan sebagai ekspresi mencandu akan seks yang telah memunculkan kesan positif."
Ketiga adalah kebingungan bawah sadarnya yang mendorong korban yang nantinya melakukan perbuatan serupa. Reza mengatakan, itu merupakan cara korban menemukan jawaban atas kebingungan tersebut.
"Sayangnya, banyak korban kejahatan seksual banyak yang enggan mengaku, karena malu. Ini menggetirkan," jelas dia.
Meski demikian, Reza enggan menyebut predator seks sebagai psikopat. Sebutan itu, menurutnya, merupakan ekspresi keputusasaan seseorang dalam memahami kondisi individu.
Pernyataan itu Reza sampaikan terkait kasus seorang WNI yang juga mahasiswa doktoral di Inggris, yakni Reynhard Sinaga, yang dihukum seumur hidup oleh Pengadilan Manchester atas tindak perkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria dalam 159 kasus. Tindak kejahatan tersebut dilakukan selama rentang waktu sekitar 2,5 tahun.