Kamis 11 Apr 2019 04:35 WIB

Psikiater Sebut Remaja Saat Ini Cenderung Lakukan Kekerasan

Banyak remaja bunuh diri atau melakukan kekerasan untuk menyelesaikan masalah.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ani Nursalikah
Remaja bermasalah/ilustrasi
Foto: ehow.com
Remaja bermasalah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikiater Departemen Kesehatan Jiwa Masyarakat Rumah Sakit Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Grogol Nova Riyanti Yusuf menganalisis para remaja saat ini cenderung bunuh diri atau melakukan kekerasan untuk menyelesaikan masalah.

Kesimpulan itu ia dapatkan melalui penelitian yang ia lakukan pada 1.387 anak sekolah di Jakarta. "Saya menemukan banyak remaja memiliki kecenderungan menyakiti diri sendiri (bunuh diri) atau melakukukan kekerasan ke orang lain (perundungan). Dua hal itu menjadi solusi simpel masalah mereka," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (10/4).

Baca Juga

Ia mengakui banyak remaja saat ini mengalami problem perilaku seperti kekerasan. Ia menambahkan, remaja saat ini juga mengalami masalah emosional, seperti kesedihan, kecemasan, hingga emosi tidak wajar yang dampaknya bisa ke depresi.

Nova meminta pemerintah dan lembaga terkait merapatkan barisan. Ia mengakui sebenarnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) sejak 2015 telah melakukan upaya mewadahi kesehatan mental remaja, yaitu sekolah ramah anak.

"Saya melihat poin-poin dan penilaian yang ada di dalam sekolah ramah anak, yaitu kemudahan anak untuk curhat. Ini bisa menjadi wadah melampiaskan amarah yang terpendam," ujarnya.

Ia mengakui, Kementerian PPPA telah bekerja sama dengan Kemendikbud. Kendati demikian ia meminta upaya tersebut perlu dimaksimalkan karena sekolah seperti ini belum diberlakukan di tingkat nasional.

"Karena itu saya mengimbau Kemendikbud terbuka dan mengakomodir program-program yang telah dilakukan kementerian lain untuk penanganan psikologis remaja," katanya.

Tak hanya menggandeng Kementerian PPPA, ia meminta Kemendikbud juga bekerja sama dengan Kemenkes untuk menangani masalah ini. Ia menyebut Kemenkes juga memiliki program Rapor Kesehatanku yang memiliki komponen Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) yang berisi aspek-aspek seperti hubungan dengan teman sebaya dan problem perilaku.

Tetapi ia pesimistis Rapor Kesehatanku berhasil diterapkan selama tidak diakomodir Kemendikbud. "Jadi Kemendikbud harus mengakomodasi ide-ide kementerian lain," ujarnya.

Sebelumnya kasus pengeroyokan AY terjadi karena saling sindir di media sosial terkait hubungan asmara salah satu pelaku dengan kakak korban. Terduga pelaku diperkirakan berjumlah 12 orang yang merupakan siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Pontianak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement