Sabtu 27 Jul 2019 15:47 WIB

Jadi Kaya: Begini Cara Hitung Pajak Sarang Burung Walet

Cuma jualan sarang burung bisa jadi orang kaya?

Rep: cermati/ Red:
Bisnis sarang burung walet
Foto: Humas Kementan
Bisnis sarang burung walet

Cermati.com, Jakarta - Cuma jualan sarang burung bisa jadi orang kaya? Bisa banget. Ini bukan sembarang sarang burung, tapi sarang burung walet. Kalau dijual, harganya mencapai puluhan juta rupiah per kilogram (kg). Menggiurkan bukan?

Dari air liur burung walet, terbentuk sarang burung menakjubkan. Ajaibnya, sarang burung walet punya khasiat luar biasa untuk kesehatan tubuh maupun kecantikan kulit. Liur walet terbuat dari protein yang di dalamnya terkandung asam aspartat dan prolin untuk ‘obat’ awet muda.

Selain itu, berkhasiat untuk pemulihan kesehatan usai operasi, kesehatan reproduksi, bikin kulit bayi halus dan mulus, membantu pengobatan kanker, hingga menurunkan risiko penyakit akibat kolesterol tinggi.

Dengan segudang manfaat tersebut, pantas saja kalau harga jual sarang burung walet selangit, baik mentah maupun olahannya. Asal tahu, jenis sarang burung walet ada 2 macam. Pertama, berburu sarang walet yang asalnya dari gua atau alam, memiliki warna kecoklatan. Kedua, dari hasil ternak atau budidaya di sebuah bangunan khusus dengan warna putih.

Harga kedua jenis sarang burung walet itu berbeda. Lebih mahal yang diperoleh dari gua atau alam, seharga Rp30 jutaan per kilo. Kalau hasil ternak, harga jualnya berkisar Rp14 juta-16 juta per kg. Itu kalau mentah ya.

Jika sudah diolah jadi sup atau menu lain di restoran-restoran mewah, harga yang dibanderol mencapai Rp480 ribu per porsi. Ini sih jelas konsumennya cuma orang-orang berduit (menengah ke atas). Ada harga, ada rasa. Makanan berbahan baku sarang burung walet punya cita rasa lezat, so worth it dengan harga segitu dan khasiatnya.

Baca Juga: Memahami Pajak UMKM, Keuntungan, dan Cara Perhitungannya

 

Bisnis Sarang Burung Walet Kena Pajak

Sarang burung walet

Bisnis sarang brurung walet kena pajak

Indonesia menjadi ‘surga’ bagi burung walet bermukim. Tak heran, banyak orang melirik peluang usaha menjanjikan ini untuk mendulang untung besar. Bahkan sarang burung walet Indonesia sudah diekspor ke berbagai negara, seperti China, Hong Kong, Vietnam, Kanada, sampai terbang ke Amerika Serikat.

Sarang burung walet bisa jadi ‘ladang uang.’ Menghasilkan fulus ratusan juta sampai miliaran rupiah per bulan. Sekali panen (per bulan atau per 3 bulan) meraup sekitar 10-30 kg. Asumsinya jika dikalikan seharga Rp14 juta, bisa mengantongi omzet sekitar Rp140-420 juta.

Dengan penghasilan sebesar itu, bisnis sarang burung walet dikenakan pajak. Masuknya ke jenis Pajak Kabupaten/Kota, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak sarang burung walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

Poin-poinnya:

  • Pasal 72 Ayat (1) menyebut objek pajak sarang burung walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Sedangkan subjek pajak dan wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet, bunyi Pasal 71 Ayat (1-2).
  • Kemudian di Pasal 74 Ayat (1-2) menjelaskan dasar pengenaan pajak sarang burung walet adalah nilai jual sarang burung walet. Nilai jual ini dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang burung walet yang berlaku di daerah yang bersangkutan dengan volume sarang burung walet.
  • Untuk tarif pajak sarang burung walet sesuai Pasal 75, ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Besaran tarif pajak tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah (perda).
  • Sementara dijelaskan pada Pasal 76, besaran pokok pajak sarang burung walet yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Pajak sarang burung walet yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat pengambilan atau pengusahaan sarang burung walet.

Namun dalam hal ini pengepul sarang burung walet juga kena Pajak Penghasilan (PPh) Final dengan tarif 0,5%. Tarif tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Syaratnya omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak dan berlaku untuk Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) offline maupun online. PPh Final tarif 0,5% termasuk pajak pemerintah pusat.

Baca Juga: Inilah Cara Pembuatan Nomor Seri Faktur Pajak bagi Pengusaha

Menghitung Pajak Sarang Burung Walet

Pajak

Menghitung pajak sarang burung walet

Contoh:

Pak Firdaus, pengepul atau pengusaha bisnis sarang burung walet yang masuk kategori Wajib Pajak PPh Final PP 23 Tahun 2018. Hasil panen Pak Firdaus di Desember 2018 seberat 20 kg dengan harga jual Rp 14 juta per kg. Pak Firdaus punya kewajiban membayar pajak pusat (PPh) dan pajak daerah (pajak sarang burung walet).

  • Omzet Pak Firdaus di Desember 2018 = 20 kg x Rp 14 juta = Rp 280 juta.

Perhitungan:

  • Rumus PPh Final PP 23/2018 = Tarif 0,5% x Omzet
  • Setoran = 0,5% x Rp 280 juta = Rp 1,4 juta
  • Pajak Sarang Burung Walet (Pajak Daerah) = Tarif 10% x Omzet
  • Setoran = 10% x Rp 280 juta = Rp 28 juta.
  • Jadi, Pak Firdaus harus membayar pajak pusat dan daerah sebesar Rp 1,4 juta + Rp 28 juta = Rp 29,4 juta.

Untung Gede, Jangan Lupa Bayar Pajak

Mau bisnis sarang burung walet, tapi kurang modal, bisa mengajukan Kredit Tanpa Agunan (KTA) maupun Kredit Multiguna (KMG). Setelah sukses menjalankan bisnis tersebut dan mendapat untung besar, jangan lupa bayar pajak.

Uang pajak yang Anda bayarkan, akan kembali untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Akses atau fasilitas untuk pembayaran pajak dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak saat ini makin mudah. Gak ada alasan lagi mangkir setor pajak. Orang bijak taat pajak. 

Baca Juga: Pajak Penghasilan: Pengertian dan Cara Menghitungnya

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Cermati.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Cermati.com.
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement