TASIK, AYOBANDUNG.COM -- Bagi sebagian pengendara yang melaju dari arah Tasikmalaya menuju Salawu tentu tidak akan tahu jika di tikungan Cidolog, Desa Salebu, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya terdapat tugu bersejarah. Tugu yang saat ini kondisinya sudah tidak terawat ini sebagai pertanda kegigihan masyarakat Singaparna dan Divisi Siliwangi mengadang pasukan Belanda.
Pantauan Ayotasik.com (Ayo Media Network), kondisi tugu sudah dalam keadaan tidak terawat. Tulisan yang ada sudah sangat sulit dibaca, karena kusam.
Cat berwarna putih pun memudar membuat tugu bersejarah itu kian tidak enak dipandang. Dalam tugu kusam setinggi lebih kurang 2x1 meter itu terpatri lambang maung dibagian atas. Dibawahnya tertulis beberapa kalimat yang menyimpan nilai heroik.
Tulisan itu berbunyi "Di jalan tikungan Cidolog, Salebu, Singaparna pada medio September 1947 Kompi Lukito (Bat. S.L Tobing) mengadakan penghadangan terhadap iringan konvoi yang membawa Jenderal Baurman Van Vreeden kepala staf umum tentara belanda bisa dikacaukan sehingga dokumen-dokumennya termasuk stempel jatuh di tangan kita". Dalam tugu itu pula ada ukiran tanda tangan Panglima Divisi Siliwangi Pertama Dr. A.H. Nasution.
Keberadaan tugu itu pun luput dari pantauan warga. Iyan (40) yang berjualan di sekitar lokasi mengaku tidak tahu jika tugu yang ada di depan warung sederhananya itu menyimpan keterangan sejarah.
"Tidak tahu pak, ya karena buta sejarah jadi kita seolah tidak peduli dengan tugu itu. Baru tahu dari bapak isi tulisannya juga, " kata Iyan saat ditanya terkait Tugu Cidolog itu, Selasa (20/8/2019).
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Ranting Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kecamatan Salawu, Iing Suganda (89) menuturkan, tugu dibuat sebagai petanda gigihnya warga serta divisi Siliwangi mengadang pasukan Belanda dengan melakukan perusakan jalan serta barikade yang dipasang dari pohon. Saat itu, jalur Tasikmalaya - Salawu merupakan jalur maut bagi Belanda.
Upaya pengadangan oleh warga dan pasukan Siliwangi itu membuat pasukan Belanda berang. Ujungnya, Kampung Tanjaknangsi, Desa Neglasawi, Kecamatan Salawu diobrak-abrik pasukan Belanda. Rumah warga yang dibakar dijadikan perlintasan karena jalur utama sudah diblokade para pejuang.
Iing menuturkan, dalam satu kali pengadangan pasukan Belanda, warga satu kampung ikut terlibat. Mereka dikomandoi lima pasukan Siliwangi. Mereka bersenjatakan bambu runcing dan senjata sederhana lainnya. Saat itu, persenjataan sangat terbatas.
Kisah serupa muncul dari Supriadin (90) warga Salebu Kecamatan Salawu. Supriadin yang saat itu berusia 20 tahun masih mengingat jelas ikut bergotong royong membuat blokade di jalan untuk mengadang pasukan Belanda yang melintas.
Karena seringnya blokade dilakukan, Belanda pun marah dan sering menghancurkan pemukiman penduduk dengan berondongan peluru dari pesawat terbang.
Kekompokan antara warga dan pasukan Siliwangi bukan hanya dalam penghadangan serta penyerangan pasukan Belanda saja, namun dalam mempertahankan diri, kekompakan pun terlihat. Salah satunya membuat lubang bawah tanah untuk menghindari tembakan pesawat Belanda.
Baik Iing maupun Supriadin berharap, tugu pertanda perjuangan warga saat mempertahankan kemerdekaan dirawat dengan baik. Tugu itu sebagai pengetahuan bagaimana gigihnya warga dan tentara dalam menghadapi penjajah Belanda.