REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesenian sebagai salah satu kekuatan yang dimiliki Indonesia perlu terus didukung. Baik pemerintah, swasta juga masyarakat luas harus sepaham soal persepsi dan strategi untuk mengembangkan kesenian Indonesia.
"Pemerintah tentu (mendukung) melalui APBN," kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu dalam Diskusi Panel mengenai Ekonomi Kreatif dengan Tema 'The Arts of Giving', Rabu (12/2) malam.
Sementara pihak swasta atau kalangan usaha bisa memanfaatkan insentif fiskal untuk memajukan dunia seni dan budaya sebagai pilar ekonomi kreatif Indonesia.
"Fasilitas insentif fiskal ini sangat bisa dimanfaatkan oleh kalangan dunia usaha untuk memajukan seni dan budaya," jelas Mari.
Wakil Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro menjelaskan insentif fiskal yang sudah ada di Indonesia saat ini. Yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No.93/2010 dan Peraturan Menteri (Permen) Keuangan No.76/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pencatatan dan Pelaporan Sumbangan, di antaranya untuk lembaga litbang/lembaga pendidikan seni dan budaya. Menetapkan bahwa sumbangan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Besarnya sumbangan dapat dibiayakan maksimal sebesar 5 persen dari penghasilan netto fiskal tahun pajak sebelumnya.
"Jadi dari sisi pemberi, biaya akan mengurangi PPh badan dan di sisi penerima, tidak menambah PPh karena dianggap penerimaan yang bukan objek pajak," jelas Bambang.
Adapun persyaratan lembaga yang menerima sumbangan antara lain memiliki NPWP, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh. Sedangkan sumbangan yang diberikan dapat berbentuk barang atau uang tunai dengan persyaratan tertentu.
"Mimpi kita semua, seorang seniman, penari atau pemain teater, penulis skrip, semua bisa hidup dari pekerjaanya sebagai orang kreatif. Bagaimana mensejahterakan orang kreatif sesuai kreatifitasnya," Mari Elka menambahkan.