Selasa 17 Jul 2018 18:23 WIB

Meresapi Kopi dari Kopi Tuli

Dua pendiri Koptul adalah difabel yang memberdayakan para tuna rungu untuk produktif

Kopi tuli, kopi yang dijual oleh tiga sekawan tuna rungu atau tuli. Kopi ini hadir karena banyak penolakan dunia kerja terhadap mereka yang tuli.
Foto: Republika/Desy Susilawati
Kopi tuli, kopi yang dijual oleh tiga sekawan tuna rungu atau tuli. Kopi ini hadir karena banyak penolakan dunia kerja terhadap mereka yang tuli.

REPUBLIKA.CO.ID, Desy Susilawati/Wartawan Republik

Keterbatasan dan perbedaan tak membuat tiga sahabat difabel ini mundur dari membuka usaha. Apalagi, usaha yang mereka geluti ini adalah sesuatu yang mereka cintai.

Semua berawal dari keprihatinan Trierwinsyah, Adhika Prakoso dan satu teman lainnya akan ketidakadilan pada para tuna rungu. Mereka kesulitan mencari pekerjaan karena tuli. "Penolakannya ketika wawancara ada misskomunikasi dianggap sulit untuk berkomunikasi," jelas Co Founder Kopi Tuli, Adhika (27 tahun) disela peluncuran showroom mesin kopi di Jakarta belum lama ini. 

Akhirnya demi mendapatkan penghasilan, mereka kemudian membuka usaha melalui industri kopi yaitu kedai bernama Kopi Tuli (Koptul). Bahkan mereka mau memberdayakan teman- teman disabilitas tuli untuk bisa produktif. 

Kedua founder Kopi Tuli ini sebenarnya sudah memiliki dasar pada dunia perkopian.  Namun mereka juga harus belajar bagaimana mengoperasikan mesin kopi, bagaimana membuat kopi yang baik dan hal lainnya. 

Untuk membuka kedai kopi ini mereka mengeluarkan investasi sebesar Rp 100 juta. Selain itu usahanya terbilang baru, yaitu baru berdiri 12 Mei 2018 lalu.

photo
Kopi tuli, kopi yang dijual oleh tiga sekawan tuna rungu atau tuli. Kopi ini hadir karena banyak penolakan dunia kerja terhadap mereka yang tuli.

Co-Founder Kopi Tuli, Trierwinsyah (28 tahun), mengatakan awal mula memang agak sulit untuk melakukan komunikasi dengan pelanggan. Namun lambat laun mereka bisa mengatasi. Staf di kedai kopi tersebut akan melayani dengan verbal dan bahasa isyarat. "Ada orang datang akan ditunjuk menu ini satu. Dibantu dengan gestur," ujarnya.

Hal menarik lainnya adalah di kedai kopi tuli tidak disediakan wifi. Tujuannya agar para tamu yang datang bisa saling berkomunikasi, murni ngobrol bersama tanpa sibuk bermain internet atau ponsel pintar dengan fasilitas wifi yang tersedia. 

Bahkan banyak pengunjung yang akhirnya belajar bahasa isyarat dengan teman-teman tuli. Dan itu memang salah satu tujuan kopi tuli ini hadir.

"Banyak yang belajar dan senang kumpul dengan teman-teman tuli dan berbagi informasi dari dunia tuli dan dengan dunia dengar. Saling bertukar informasi. Dunia tuli berbeda jadi bisa sharing," tambah Trierwinsyah.

Campuran kopi dan buah

Kopi yang disajikan Kopi Tuli berasal dari Papua juga dari Ciwidey. Mereka juga menghadirkan inovasi dalam produknya. Salah satunya kopi susu siput. Kopi ini paling direkomendasikan. Kopi siput ini merupakan campuran kopi dengan alpukat dan rasanya manis. 

Adapula kopi marmer hitam, kopi arang dengan susu. Jenis produk lainnya adalah kopi wings rasanya lebih manis dan lembut. Mereka menjualnya sekitar Rp 18 ribu sampai Rp 20 ribu. 

Dikedai mereka baru menyediakan kopi saja, belum ada makanan. Kedai kopi ini berada di Jalan Krukut Raya No.70, Cinere, Depok (samping Pelangi Matoa).  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement