REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengenakan pakaian rumah sakit menjadi hal umum bagi pasien. Pakaian rumah sakit juga memudahkan dokter dalam memeriksa pasiennya.
Berpakaian dinilai menunjukkan jati diri, pekerjaan hingga status sosial. Lalu, bagaimana rasanya seseorang saat memakai pakaian rumah sakit?
Menurut para peneliti di Finlandia, mengenakan pakaian rumah sakit sejatinya tidak perlu dan bahkan dapat menimbulkan trauma bagi beberapa pasien. Sebuah studi baru-baru ini menemukan pasien sering diminta mengenakan pakaian rumah sakit bahkan ketika tidak ada alasan medis bagi mereka untuk memakainya.
Studi itu diungkapkan psikolog konseling Liza Morton dan dosen psikologi University of Strathclyde Nicola Cogan. Menurut dosen senior bidang psikologi olahraga dan olahraga di University of Suffolk Emmanouil Georgiadis, pakaian berguna lebih dari sekadar fungsi.
Dilansir di Channel News Asia, meskipun penelitian tentang topik ini masih sedikit, temuan terbatas sejauh ini menunjukkan pakaian rumah sakit tidak bermartabat dan menambah rasa tidak berdaya dan kerentanan. Dan ini diperburuk oleh jas putih profesional, otoriter yang dikenakan dokter, yang selanjutnya dapat meningkatkan ketidakseimbangan kekuatan.
Hierarki layanan kesehatan sering berperan dalam dinamika kekuatan antara pasien dan staf medis. Meskipun ada upaya memberdayakan pasien dengan apa yang disebut perawatan berpusat pada pasien, penerimaan institusional atas pakaian rumah sakit tetap ada.
Penting untuk menantang norma-norma budaya ini karena aspek-aspek perawatan yang tidak manusiawi dapat meningkatkan risiko pasien dari kemungkinan rawat inap lebih lanjut. Kehilangan kendali, kehilangan kekuatan untuk mengambil keputusan dan kehilangan otonomi dapat meningkatkan kerentanan pasien terhadap tekanan psikologis yang bisa berdampak negatif pada kesejahteraan dan pemulihan.
Padahal, pasien adalah orang yang membutuhkan perhatian terhadap semangat, bukan hanya pil dan semacamnya. Karena itu, pasien perlu diberi suara dalam pakaian rumah sakit, dengan lebih banyak pilihan yang lebih manusiawi dan bermartabat dieksplorasi.
Misalnya, staf medis membatasi penggunaan pakaian rumah sakit atau memungkinkan pasien mengenakan pakaian mereka sendiri, terutama ketika mereka berada di area publik. Rumah sakit juga bisa mendesain ulang pakaian sehingga pasien dirasa lebih bermartabat.