REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR, Miryam S Haryani mengkritik sikap Bawaslu yang terkesan lepas tangan terkait wacana biaya saksi pemilu lewat dana APBN.
Padahal, menurut Yani usul tersebut disampaikan Bawaslu. "Sekarang Bawaslu lempar badan. Padahal rapat konsultasi Bawaslu, KPU, partai politik, dan pemerintah, semua sepakat dibiayai negara," kata Miryam kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (27/1).
Politikus Hanura ini menyatakan, pembiayaan saksi lewat APBN menguatkan demokrasi. Alasanya, tidak semua partai politik mampu membiayai saksi pemilu di 597 ribu TPS.
Partai yang tidak bisa membiayai saksi dikhawatirkan akan memicu konflik gugatan. "Kami ingin kualitas pemilu bertambah. Jangan ada peserta pemilu yang protes," ujarnya.
Miryam mengaku heran dengan polemik dana saksi pemilu di media massa. Sebab menurutnya pembiayaan saksi melalui APBN merupakan bukti keterlibatan negara mengawal proses penyelenggaraan pemilu.
Toh, imbuh Miryam, dana untuk saksi pemilu tidak dikelola partai politik. "Uangnya dikelola Bawaslu. Mekanisme pengawasan bisa dilakukan," katanya.
Fraksi Hanura menghitung apabila biaya satu saksi pemilu sebesar Rp 100 ribu maka setiap partai politik harus menyediakan Rp 597 miliar untuk menempatkan saksi di 597 ribu TPS. "Lebih efisien kalau dibiayai negara. Totalnya sekitar 800 miliar untuk semua partai," ujarnya.