Sejumlah pekerja melipat surat suara peruntukan wilayah Jakarta dan luar negeri di ruang produksi PT. Gelora Aksara Pratama (Erlangga), Jakarta Timur, Rabu (12/2). ( Republika/Rakhmawaty La'lang)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nelson Simajuntak mengkhawatirkan kelebihan surat suara yang telah didistribusikan ke KPU Kabupaten/Kota disalahgunakan. Misalnya, dengan modus surat suara dibawa ke luar kantor KPU oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.
"Di Jatim kami ada temuan, ada yang mencoba membawa surat suara ke luar. Apa algi sekarang kan sedang proses penyortiran," kata Nelson saat dihubungi, Selasa (4/3).
Surat suara berlebih, menurut dia, menjadi konsekuensi atas tidak sempurnanya daftar pemilih tetap (DPT) yang ditetapkan November tahun lalu. Dalam UU Pemilu, sebenarnya kelebihan pencetakan surat suara merupakan tindakan pidana.
"Tapi kemarin kan situasinya begitu. Kami sepakat walaupun dilematis juga, DPT harus disempurnakan namun proses produksi logistik juga harus dimulai," ujarnya.
Karenanya, perubahan DPT yang berdampak pada jumlah surat suara yang telah terlanjur dicetak menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Personil KPU di setiap daerah diuji komitmen dan integritasnya untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan. Melalui berita acara, menurut Nelson harus dipastikan dengan terperinci sisa surat suara di setiap daerah pemilihan.
Kendala lain, lanjut dia, KPU terbentur dengan peraturan Kementerian Keuangan tentang pemusnahan arsip negara. Surat suara yang telah dicetak, tercatat sebagai arsip negara. Proses pemusnahan tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat. Ada prosedur panjang yang harus dipenuhi KPU.
"Kami rasa, demi pengamanan agar surat suara tidak disalahgunakan KPU bisa mengajukan dispensasi kepada Kemenkeu. Agar pemusnahan suat suara yang berlebih itu bisa dipercepat," ungkapnya.