REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mencabut gugatan uji materi pasal 5 dan pasal 215 UU Nomor 8 Tahun 2012 Tentang UU Pemilu Legislatif yang mengatur pemilihan anggota DPR/DPD, dan DPRD.
"Kami akan segera mencabut judicial review pasal tersebut di Mahkamah Konstitusi karena momennya kurang tepat, proses gugatan juga dikhawatirkan menimbulkan kisruh politik dan bertentangan dengan semangat reformasi serta demokrasi," tegas Sekjen DPP PKB Imam Nahrawi, Sabtu (15/3).
Dalam argumen gugatan yang dilayangkan Ketua DPP Bidang Hukum dan HAM PKB Anwar Rachman pada Jumat (14/3) lalu, sistem pemilu dengan suara terbanyak dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Pasalnya, peserta pemilu disebut sebagai parpol.
Faktanya, saat ini peserta pemilu adalah perorangan (caleg), justru parpol tersingkirkan. Anwar khawatir, partai tidak bisa melakukan kaderisasi, sehingga tidak bisa menghasilkan anggota dewan yang berkualitas.
Sementara Imam dan para pengurus DPP PKB melihat pengajuan uji materi tadi masih prematur di tengah persiapan partainya pada masa kampanye terbuka. "Tidak ada yang perlu dipertentangkan dalam UU Pemilu Legislatif karena sistem yang berlaku sudah ideal dengan dinamika politik saat ini," ulas Imam.
Anggota Komisi V DPR RI ini sampai mengulas konten per pasal. Dalam Pasal 5 menyebutkan, Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Sedangkan Pasal 215 menyebutkan penetapan calon terpilih anggota legislatif didasarkan perolehan kursi parpol peserta pemilu di suatu daerah pemilihan dengan ketentuan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
Proporsi keterpilihan anggota dewan, cetusnya, tidak ada dampak langsung terhadap kesadaran masyarakat dalam berpolitik pragmatis.
"Hal ini tidak akan membuat angka golput tinggi, dan atau pola masyarakat akan pragmatis. Masyarakat pemilih sudah kian pintar untuk memilah caleg yang benar-benar kompeten, tanpa melihat pemberian uang mereka saat kampanye," jelas Imam.
Perundangan yang digugat uji materi ini sebenarnya merupakan hasil uji materi pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e UU No 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu 2009. Sehingga penetapan calon anggota legislatif pada Pemilu 2009 tidak lagi memakai sistem nomor urut dan digantikan dengan sistem suara terbanyak.
"MK saat itu juga menilai, sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan nomor urut bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi. Hal tersebut merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat, jika kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif," ujar Imam mengingatkan.