REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Golkar, Nusron Wahid enggan mengomentari isu perpecahan di internal partainya. "Saya tidak pernah komentar atas nama Golkar, jangan tanya saya," kata Nusron, Rabu (21/5).
Jelang pilpres 2014, Golkar terbagi menjadi dua faksi besar. Satu kelompok mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Golkar pun secara resmi mendukung pasangan ini bersama Partai Gerindra, PPP, PKS, PAN, dan PBB.
Kelompok lain, mendukung Joko Widodo (Jokowi) yang diusung PDI Perjuangan, PKB, Partai Nasdem, dan Hanura. Beberapa kaum muda Golkar pun menyatakan dukungannya kepada poros ini meski berseberangan dengan sikap resmi partai.
Ia mengaku memiliki alasan untuk mendukung JK. Dukungan itu pun bukan sikap sebagai anggota Golkar, melainkan lebih kepada pribadinya. "Kalau saya dukung JK karena dia banyak berkomitmen dengan NU. Ya sudah itu saja," kata dia.
Kaum muda Golkar terus melancarkan protes terhadap keputusan partai mendukung yang Gerindra. Mereka membentuk FPGMI (Forum Paradigma Gerakan Muda Indonesia) atas kekecewaan tersebut.
Ketua Badan Litbang DPP Golkar, Indra J Piliang menilai berkoalisi dengan Gerindra justru akan membuat dampak negatif ke publik bagi partai.
Sementara, Ketua Dewan Pertimbangan Golkar, Akbar Tanjung mengatakan, DPP harus memberitahu kader yang tidak patuh terkait hasil rapimnas. DPP juga diminta memberi peringatan karena keputusan rapimnas sudah mutlak.
"Tapi kalau masih juga, kita serahkan ke DPP untuk melihat derajat kualitas kesalahannya untuk menjatuhkan sanksi. Dan selama itu masih diacu pada AD/ART Golkar sendiri, kami akan berikan saran pertimbangan untuk DPP," kata dia.