REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil yang dirilis oleh Lembaga survei Puskaptis, JIS dan LSN yang dijadikan rujukan oleh Prabowo-Hatta berbeda dengan hasil quick count dari lembaga survei Jokowi-JK seperti litbang Kompas, LSI dan SMRC.
Ketua dewan audit Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Hamdi Muluk mengatakan masyarakat dapat mempercayai hasil sebuah lembaga survei dari kredibilitas lembaga tersebut.
Hal tersebut dapat dilihat dari track record, metodologi survei yang digunakan, latar belakang pendidikan yang melakukan survei serta ke konsistenan lembaga survei dalam melakukan survei-survei terkait.
"Sekarang banyak sekali muncul lembaga-lembaga survei yang tidak konsisten, tiba-tiba ada dan tiba-tiba hilang," ujar Muluk saat dihubungi Republika Rabu (9/7).
Ia menambahkan, untuk saat ini memang sulit melarang lembaga survei untuk melakukan aktifitasnya karena alasan demokrasi dan tidak melanggar hukum.
"Jika hasil dari suatu lembaga survei berbeda, seharusnya media tidak memuat, jangan sampai terkesan memilki kepentingan," katanya.
Ia juga mengatakan lembaga survei yang sengaja menampilkan hasil survei dengan memenangkan orang atau pasangan tertentu telah melanggar kode etik penelitian.
"Saya prihatin dengan hal itu, mereka tidak memikirkan kredibilitas," paparnya.
Sedangkan untuk teknik pengambilan sample yang digunakan, Hamdi muluk menjelaskan bahwa yang ideal yaitu teknik random sample. Teknik random sample harus dilakukan oleh pihak-pihak yang paham dengan metode ini.
"Mereka harus benar-benar paham apa yang dimaksud random sample dan yang melakukan harus memilki latar belakang akademis yang pas," ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa teknik random sample ini harus dilakukan dengan terjun ke lapangan secara langsung dan pihak yang melakukan survei harus berani memaparkan hasil yang diperoleh secara terbuka dengan menjelaskan secara detail metode dan juga jumlah sample yang digunakan ke publik.