Home >> >>
Tokoh Adat: Kisruh Pilpres karena Lupa Sejarah
Jumat , 11 Jul 2014, 11:55 WIB
Agung Supriyanto/Republika
Direktur eksekutif Cyrus Network, Hasan Nasbi menjadi pembica dalama konfernsi pers lembaga-lembaga penyelenggara Quick Count Pilpres 2014 di Hotel Century, Jakarta, Kamis (10/7).

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG-- Salah seorang tokoh adat dari Kerajaan Lamahala Adonara di Kabupaten Flores Timur, NTT Buchari Kadir mengatakan kisruh politik yang terjadi dalam Pemilu Presiden 2014, karena para pemimpin bangsa ini sudah lupa dengan akar sejarah Indonesia.

"Agar Indonesia ke depan lebih baik dan sejahtera, kita semua harus kembali ke akar sejarah kita seperti yang disampaikan Presiden Soekarno kepada semua anak bangsa tahun 1965: Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah (Jas Merah)," katanya di Kupang, Jumat, setelah melihat fenomena politik pasca Pilpres yang terus memanas.

Memanasnya situasi politik pasca-Pilpres tersebut, akibat ketidakseimbangan media televisi dalam menyampaikan informasi tentang hasil pemilu presiden serta masing-masing pasangan calon presiden, baik Prabowo Subianto maupun Joko Widodo sudah mendeklarasikan kemenangan dengan mengacu pada hasil hitung cepat yang diumumkan masing-masing lembaga survei.

Dalam pandangan Buchari, pengumuman resmi yang akan disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Juli mendatang, tetap membawa efek politik yang tidak bagus bagi dua kubu calon presiden dan calon wakil presiden, karena masing-masing pihak sudah mengklaim diri sebagai pemenang dengan mengacu hasil hitung cepat tersebut.

"Konflik sosial dan politik pasti akan terjadi, dan hal ini akan membawa dampak buruk terhadap perjalanan bangsa dan negara ini ke depan, karena akar sejarah bangsa ini sudah tercabut dari pohonnya yang harus segera disemai dan ditanam kembali seperti yang dikumandangkan Bung Karno pada tahun 1965, Jas Merah," ujarnya, menegaskan.

Ia mengatakan munculnya dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dalam Pemilu Presiden 2014, merupakan titik awal lahirnya perpecahan kehancuran bangsa ini yang tidak pernah disadari oleh siapa pun, karena dari pemilu pertama 1955 sampai pemilu terakhir 2009, belum pernah muncul dua pasangan calon presiden dalam panggung demokrasi Indonesia.

"Sudah lama masalah ini saya sampaikan, tapi tak pernah digubris oleh para pemimpin di republik ini. Mungkin, karena saya hanyalah seorang buta huruf yang tidak tahu baca dan tulis, sehingga dianggap sebagai angin lalu saja," ucapnya, lirih.

Dalam penerawangan Buchari, Pilpres 2014 tetap berlangsung dua putaran, karena pihak yang merasa dirugikan oleh KPU dalam pleno penghitungan suara terakhir pada 22 Juli 2014, akan melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan lembaga peradilan tersebut akan mengabulkan gugatan termohon.

"Siapa yang keluar sebagai pemenang dalam Pilpres putaran kedua berarti yang bersangkutan sudah menemukan kembali akar sejarah bangsa Indonesia yang hilang. Akar sejarah bangsa ini harus disemai kembali untuk sebuah Indonesia Raya, Indonesia yang damai dan sejahtera," tutur Buchari Kadir.

Redaktur : Bilal Ramadhan
Sumber : Antara
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar