REPUBLIKA.CO.ID, SERPONG -- Mendengan keinginan ibunya untuk nyantri, Mustakim mengaku terkejut. Ia sendiri sempat bimbang. Namun, kebimbangannya itu segera memudar dengan ucapan yang meyakinkan sang Ibu.
“Maaf kasar, apa kamu mau di akhirat nanti kamu buta juga?” kenang Mustakim atas ucapan tegas Sang Bunda. Mendengar ucapan itu, Mustakim menyatakan ketersentakannya kala mendengar kata-kata itu. Dengan jujur, Mustakim jelas tidak ingin berada dalam kondisi menyedihkan itu.
“Setelah mendengar kata-kata ibu, saya langsung bersemangat. Saya akan berusaha semaksimal mungkin agar tidak dibangkitkan dalam keadaan buta di akhirat nanti,” kata Mustakim menegaskan.
Akhirnya, Mustakim pun berlabuh di Pondok Pesantren Tahfiz Daarul Quran (Daqu) Tangerang. Di tempat inilah, kemampuan membaca Alquran dipupuk. Meski sulit, dalam satu setengah tahun, dia ternyata mampu menguasai lima juz. Pengalama berharga ini dirasakannya pada saat berusia 16 hingga 17 tahun.
Mustakim menjelaskan, pengalaman di Daqu memang tidak berlangsung lama. Semua itu hanya dirasakan dalam satu setengah tahun. Setelah itu, dia pun terpaksa harus kembali ke kampung halaman karena suatu alasan.
Di tempat tinggalnya, kegiatan yang dilakukan Mustakim hanyalah murajaah atau mengulang hapalan yang selama ini dia kuasai. Ia mengaku hapalannya tidak mengalami perkembangan sama sekali mengingat tidak ada pembimbing yang memumpuni. Hingga akhirnya, ujar dia, hapalan itu terkikis dari waktu ke waktu menjadi satu juz saja, yaitu juz 30.
Hilangnya hapalan Alquran merupakan sesuatu yang tidak diinginkan oleh Mustakim. Ia mengaku sangat sedih dengan hal yang dialaminya itu. Dalam waktu tiga tahun menunggu, Mustakim pun mendapat kabar bahagia.
Dia diajak untuk menikmati pengajian dan pemondokan dengan fasilitas Alquran Braile di Yayasan Al Makfufin, Serpong, Tangerang Selatan. Di tempat inilah, Mustakim berhasil mengembalikan hapalannya. Bahkan, dia mampu menguasai 11 juz hingga detik ini.
Pada kesempatan yang sama, Mustakim memaparkan metode yang digunakan dalam menghapal Alquran serupa dengan yang dilakukannya selama di Daqu.
Dia selalu mengupayakan membaca dan mengahapal Alquran sebanyak dua ayat setiap habis shalat. Setidaknya, kata dia, dia akan berusaha untuk mengahapal dan membaca 10 ayat dalam sehari.
Menurut Mustakim, tidak ada kesulitan yang ia alami saat menghapal Alquran, kecuali rasa malas. Hal yang terpenting, ujar dia, dia akan selalu berusaha untuk melawan rasa malas itu ketika hendak mendekat pada ayat-ayat Allah SWT.
“Intinya, kalau kita sayang Alquran, semua akan terasa mudah dan rasa malas itu akan menghilang dengan sendirinya,” ungkap Mustakim menjelaskan.