Senin 09 Jul 2012 10:10 WIB

Ada Apa Ya, di Balik Posisi Duduk Kita?

Red: Miftahul Falah
Ilustrasi
Foto: eventstrategysolutions.com
Ilustrasi

 

Biasanya dalam sebuah seminar, pelatihan, kuliah, dan semacamnya, kebanyakan peserta memilih tempat duduk di barisan paling belakang dan “menghindari” duduk di barisan paling depan. Ya, ini pun pernah saya alami. Sepertinya, ada semacam perasaan tidak betah duduk paling depan.

Kemudian, yang membuat saya agak heran yaitu, ketika salah satu panitia pelaksana mengimbau supaya peserta menempati kursi yang ada di depan terlebih dahulu. Lalu, bagaimana reaksinya? Bisa dibilang, peserta bergeming (meskipun ada sebagian yang pindah, tapi sedikit).

Panitia pun mengingatkan berulang-ulang dengan intonasi yang lebih "menekan", agar kursi depan diisi terlebih dahulu. Jika ada beberapa peserta yang mulai pindah, maka biasanya akan serentak diikuti oleh peserta lainnya. Ada apa sih dengan kursi bagian depan? 

Hingga saat ini, fenomena tersebut sering saya saksikan di aneka forum. Entah mengapa, fenomena ini selalu terjadi. Apakah fenomena ini hanya terjadi di negara kita saja? Ataukah, terjadi juga di negara-negara lainnya?

Saya menduga, fenomena seperti itu disebabkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Menghindari kursi paling depan dan menempati kursi paling belakang dikarenakan memang tidak serius mengikuti kegiatan tersebut;

2. Tidak percaya diri, alias menganggap dirinya belum pantas dan tidak nyaman, bahkan tidak ingin dicap sebagai orang pandai;

3. Ada perasaan takut yang menyelimuti benak peserta secara berlebihan. Ia tidak ingin dijadikan korban celaan atau tertawaan oleh teman-temannya seandainya nanti sering diajak dialog/ditanya/dijadikan model sebagai sampel oleh pembicara;

4. Mungkin memang sudah bawaan sifat peserta yang low profile, tidak ingin kelihatan eksis. Sehingga, ia sudah begitu nyaman dengan “kesendiriannya” tanpa perlu menampakkan diri di posisi paling depan;

5. Mungkin disebabkan perasaan minder akut (parah), karena terjadi gangguan kepribadian. Hal ini bisa dari faktor keluarga maupun lingkungan masyarakat. Dan saya cenderung berpendapat bahwa faktor terakhir ini yang menjadi faktor utama. 

Kini, sudah 65 tahun Indonesia merdeka (diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945). Namun, dampak dari penjajahan ternyata masih terlihat di beberapa sikap dan perilaku kita. Sehingga, membuat kita selalu merasa inferior (Minderwaardigheid).

Mungkin saja hal lumrah seperti posisi duduk itu, juga merupakan salah satu efek karena dahulu bangsa pribumi selalu diposisikan terbelakang dan selalu di belakang. Dan perilaku tersebut, secara kontinyu dipaksakan oleh penjajah, hingga terinternalisasi ke dalam lubuk-sanubari bangsa kita. 

Semarang, 2 Juli 2012

Anton Saputra

Pemerhati Sejarah

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement