REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahyudin (Presiden Aksi Cepat Tanggap/ACT)
Berapa lama orang dapat bertahan dalam basah tatkala rumah dan seisinya terendam air? Begitu juga, berapa lama pasokan pangan akan terhambat genangan banjir, bahan bakar minyak menjadi langka dan mahal?
Lalu, seberapa banyak pula kerugian ditaksir dengan datangnya banjir serempak yang menggenangi ratusan desa? Aparat ada di setiap titik pemerintahan negeri ini. Mereka sudah hidup lama dalam sistem pemerintahan NKRI, dan sudah tahu bagaimana banjir atau bahkan bencana alam dan bencana sosial lainnya.
Sepatutnya, tak seharusnya kita mengalami langsung bencana untuk mengerti bagaimana Indonesia ternyata belum merdeka dari bencana alam. Latihan kesiapsiagaan sudah digeber di berbagai daerah. Secara statistik, idealnya semua itu sudah "cukup membangun kesiapsiagaan" kita.
Dari sanalah, "matematika bencana" bekerja. Apalagi pemerintah sebagai pemegang amanah mengelola sumberdaya manusia, memiliki peralatan, aparat, logistik, juga kapasitas mengalkulasi semuanya.
Negeri ini berharap, "matematika bencana" mulai bekerja. Ia menghitung kerugian secara tepat sekaligus menggerakkan sumber daya. Masyarakat sudah bergerak, civil society--salah satunya ACT--sudah hadir ikut mengatasi problem bangsa dalam segala keterbatasannya.
Kehadirannya telah membuat para korban bencana itu tersapa. Pandangan mata mereka penuh harap, seperti sodoran proposal kemanusiaan dalam bentuk paling gamblang: kondisi konkret kehilangan dan kepapaan mendadak akibat diterjang bencana.