Senin 08 Sep 2014 06:54 WIB

Timor Leste, Luka Sejarah yang Perlahan Sirna

Red: Joko Sadewo
Esthi Maharani
Foto: doc pribadi
Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, Esthi Maharani

Siang itu, diakhir bulan Agustus, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memulai rangkaian kunjungan kenegaraannya di Timor Leste selama tiga hari.  Dalam kurun waktu tersebut, Presiden SBY mengkhususkan satu hari penuh untuk mengunjungi makam di Dili. Ia mendatangi dua makam berturut-turut, yakni TPU Santa Cruz dan TMP Seroja yang letaknya berhadapan, di kawasan Balide, Dili Barat.

Ketika tiba di lokasi TMP, Presiden beserta rombongan memberikan hormat, berdoa, dan meletakan karangan bunga. Tak lama, ia berjalan kaki ke TPU Santa Cruz, menaburkan bunga dan berdoa bagi para arwah.

Makam tersebut tak lain makam yang terkenal di dunia internasional karena insiden berdarah pada 1991 ketika terjadi penembakan yang diduga dilakukan oleh aparat keamanan. Di sana pula tempat yang memiliki nilai sejarah bagi rakyat Timor Leste karena merekalah yang memperjuangkan kemerdekaan untuk Timor Leste.

Setelah itu, Presiden berjalan kaki menuju TMP Seroja, yang berjarak sekitar 500 meter dari TPU Santa Cruz. Suasana menjadi khidmat ketika Presiden SBY tiba di TMP Seroja.  SBY terlihat menatap sendu ke satu per satu makam yang ada di TMP Seroja. Ia pun berjalan dan mulai menaburkan bunga ke hampir setiap makam yang ada di TMP tersebut.

Wajar jika ada mimik sendu di wajah Presiden SBY ataupun rombongan para menteri.

Sebab, di TMP inilah dimakamkan jenazah perwira TNI/Polri dan para pejuang pro-Indonesia yang gugur di Timor Timur.  Jumlahnya pun tak sedikit. Satu persatu, Presiden SBY dan rombongan menaburkan bunga dan berdoa di depan pusara para pejuang.

"Mana makam Mayor Ginting?" kata SBY tiba-tiba saat sedang menaburkan bunga.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Sudi Silalahi pun dengan sigap memberitahukan lokasi Mayor B Ginting dimakamkan. Sosok tersebut adalah anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang meninggal dunia tahun 1986. Ia pun secara khusus menaburkan bunga dan berdoa di depan makam Mayor Ginting.

Bukan hanya Mayor Ginting, beberapa makam di TMP Seroja berhasil membuat Presiden SBY berhenti, menaburkan bunga, dan berdoa. "Ini pintar main voley," katanya menunjuk salah satu makam yang didatanginya.

Tampaknya beberapa makam di TMP Seroja mengingatkan kenangan di masa lalu. Ada kemungkinan beberapa diantara mereka dikenalnya dengan baik. Apalagi SBY pernah tiga kali bertugas di Timor Timur yakni pada 1976-1977, 1979-1980, dan terakhir pada 1986-1988 dengan pangkat letnan, kapten, dan mayor.  Baginya, kembali ke Timor Leste sama dengan pulang kampung.

Setelah mengunjungi kedua makam itu, Presiden SBY pun memutuskan untuk mendatangi satu lagi TMP Metinaro. TMP ini jaraknya sekitar 30 km dari TPU Santa Cruz dan TMP Seroja.  Presiden dan rombongan harus menempuh perjalanan yang berkelok, naik turun bukit tanpa ada penghalang yang membatasi jalan raya dan jurang.

Perlu sekitar dua jam untuk sampai di lokasi tersebut. TMP Metinaro terletak di sebuah bukit tandus di daerah Metinaro. Makam tersebut masih belum selesai dibangun. Di sana, dimakamkan pejuang-pejuang tanpa nama dan tanpa identitas.

Mereka adalah korban-korban yang gugur saat konflik terjadi. Celakanya, jasad mereka tercecer di berbagai lokasi di Timor Leste. Karena itu, di TMP Metinaro itulah jasad-jasad pahlawan tanpa nama akan dimakamkan secara layak. Seperti di dua makam sebelumnya, Presiden SBY memberikan hormat, berdoa, dan meletakan karangan bunga di tugu TMP Metinaro.

Bukan tanpa alasan Presiden SBY mengkhususkan dan meniatkan diri satu hari penuh mengunjungi makam-makam di Dili. Sebab, hal ini terbilang cukup sensitif. Makam-makam tersebut secara politis penting bagi masing-masing pihak; makam yang berisi pejuang TNI gugur di Timor Timur; dan makam bagi pejuang Timor Leste.

“Saya katakan, mereka tidak berpolitik, mereka hanya mengemban tugas masing-masing dengan mengorbankan jiwa dan raganya,” kata Presiden SBY.

Ia menyakini setiap keputusan politik memiliki dampak. Jika keputusan politiknya adalah perang, maka harga yang harus dibayar seringkali nyawa manusia. Karena itu, diplomasi adalah jalan utama meskipun harus dilakukan pelan-pelan dan dalam waktu yang tak sebentar.

Kedatangan Presiden SBY ke Timor Leste memang memiliki simbol politis yang cukup kuat bahwa setelah peristiwa berdarah dan lepasnya Timor Leste dari Indonesia, ada pekerjaan rumah bagi kedua negara setelah 15 tahun berlalu. Hal yang paling utama adalah mengembalikan hubungan baik keduanya tanpa mencampuri kedaulatan masing-masing. 

Bukan perkara mudah mengembalikan hubungan yang tercederai dan berujung pada perpisahan.  Upaya mencairkan suasana antara Indonesia dan Timor Leste pelan-pelan dilakukan. Presiden Megawati Soekarnoputri misalnya pernah datang ke Timor Leste untuk mulai membangun hubungan dengan negara baru itu.

Hal itu belum cukup untuk menghapus semua ketegangan dan kemarahan sejarah di antara keduanya. Di 2005, giliran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono datang ke Timor Leste. Tahun itu adalah tahun pertama ia terpilih sebagai Presiden RI. Kondisi Indonesia dan Timor Leste kala itu masih belum pulih benar meskipun Presiden SBY tetap disambut baik di negara baru itu.

Kembali, pada 2012, Presiden SBY menyempatkan hadir dalam peringatan sepuluh tahun kemerdekaan Timor Leste. Berbarengan dengan itu, Presiden juga akan menyaksikan pelantikan Presiden Taur Matan Ruak, yang menggantikan Jose Ramos Horta.

Pada 2014, kunjungan kenegaraan kembali dilakukan oleh Presiden SBY. Tahun ini menjadi langkah strategis bagi hubungan keduanya. Indonesia dan Timor Leste melangkah ke tahapan selanjutnya, mempererat hubungan kerja sama, bukan lagi sekadar meredam amarah.

Keduanya sepakat untuk menjalin kerja sama dibidang ekonomi, pendidikan, konektivitas, dan hubungan antar manusia kedua negara. Selain itu pula akan dibahas isu-isu regional dan global yang menjadi perhatian bersama kedua negara.

Presiden SBY pun berulang kali menegaskan cara paling elegan untuk mengakhiri luka sejarah adalah menjalin persahabatan baru. Nyawa prajurit dan penduduk Indonesia dan Timor Leste harus dihargai bukan dengan terus menerus bermusuhan tetapi membuka lembaran baru dengan saling mendukung tanpa mencampuri kedaulatan masing-masing. 

“Kita bersama-sama mengambil hikmah dari yang lalu dan memasuki era baru dalam kerangka persahabatan dan kerja sama.  Pemimpin dan pemerintahan bisa berganti, tetapi Timor Leste akan selalu berbatasan dengan Indonesia. Rakyat kita akan tetap ada dan mereka ingin bersahabat, tidak ada yang ingin sengsara dan mengalami tragedi lagi,” katanya.

Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao pun berterima kasih atas persahabatan yang ditawarkan secara konsisten dan terus menerus oleh Indonesia dalam 15 tahun terakhir. Xanana dulu dikenal sebagai salah satu tokoh yang menyerukan agar Timor Leste memisahkan diri. Tetapi, setelah berlalunya waktu, Xanana telah dianggap sebagai kawan dan sebaliknya.

“Kami berterima kasih karena Indonesia terus mensupport kami dan terus berusaha membangun perdamaian serta rekonsiliasi diantara kedua negara,” kata Xanana Gusmao.

Luka sejarah pun seakan sirna ketika keduanya berpelukan. Simbol politis persahabatan baru terjalin, dan luka sejarah perlahan sirna diantara keduanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement