REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arif Supriyono, wartawan Republika
Sepekan lalu, ada sebuah berita mengejutkan. Telah beredar Alquran yang isinya tidak lengkap. Ada ayat yang tak tercetak dalam Alquran yang diterbitkan oleh PT Suara Agung tersebut.
Ketidaklengkapan Alquran itu kali pertama ditemukan oleh KH Basith, pengurus Masjid Assifa, Sukamaju, Megamendung, Bogor, Jawa Barat. KH Basith menemukan hilangnya tujuh ayat dalam Alquran itu. Dalam Alquran itu tak ada Surah al-Maidah ayat 51 hingga 57. KH Basith lalu melaporkan temuannya dan hal itu segera mendapat tanggapan luas masyarakat. Dunia maya pun ramai membahas soal ini.
Menyikapi maraknya tanggapan masyarakat, Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) segera bertindak. Menurut pejabat sementara Kepala LPMQ Balitbang-Diklat Kemenag, Muchlis M Hanafi, LPMQ sudah melakukan teguran keras kepada manajemen PT Suara Agung. Penerbita ini pun mengakui khilaf dan mengambil langkah-langkah sesuai prosedur LPMQ.
Kekeliruan dalam pencetakan Alquran ini memang sangat fatal. Saya tak hendak mengaitkan ‘hilangnya’ tujuh ayat tersebut dengan upaya seseorang untuk menafsirkan Surah al-Maidah ayat 51 yang sempat menggoncang seluruh pelosok negeri hingga lebih dari delapan bulan. Bisa jadi ayat yang hilang itu terjadi secara kebetulan, termasuk yang sempat membuat heboh umat seantero Nusantara. Artinya, memang tak ada unsur kesengajaan untuk menghilangkan tujuh ayat itu.
Terkait atau tidak dengan masalah yang ramai menguras energi nasional itu, hilangnya ayat dalam Alquran tak bisa dianggap masalah sepele. Satu harakat (tanda baca) hilang pun sudah bisa menjadi masalah serius karena hal itu terkadang bisa mengubah makna kalimat dan menghapus kemurninan kitab suci. Oleh sebab itu, kesempurnaan Alquran harus senantiasa dijaga.
Memang ada ayat yang menyebutkan, Allah akan menjaga atau memelihara kitab suci umat Islam itu. Ini sesuai bunyi Surah Al-Hijr ayat 9. “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.
Dalam konteks kehidupan alam nyata di muka bumi ini, maka manusia dan umat Islam-lah yang mendapat amanah untuk ikut menjaga kemurnian Alquran. Kemampuan orang untuk menghapal Alquran menjadi salah satu bukti otentik, bahwa --melalui umatnya-- Allah akan senantiasa menjaga kalam Illahi tersebut sehingga dalam praktiknya tidak serta-merta harus Allah sendiri secara langsung yang menjaganya.
Alquran adalah petunjuk bagi umat Islam. Di samping itu, Alquran juga memuat nilai dasar kehidupan manusia. Sebagai nilai dasar, Alquran akan selalu menjadi pegangan umat Islam di mana pun mereka berada. Tak ada padanan nilai lain yang melebihi Alquran bagi umat Islam. Ideologi atau aturan negara hanya berlaku pada batas wilayah tertentu dan semata-mata untuk urusan dunia.
Sedangkan, nilai-nilai Alquran akan menembus dan melompati batas wilayah negara. Penerapan nilai-nilai dalam Alquran diyakini akan membawa dampak kehidupan dunia dan akhirat. Bedanya, pengamalan nilai-nilai Alquran tak diikuti penegakan hukum oleh aparat negara. Adapun penerapan ideologi negara disertai penegakan hukum oleh aparat.
Bagi umat Islam, Alquran adalah pegangan kebenaran yang utama, selain hadis. Dengan posisi sentral Alquran seperti itu, maka segala bentuk penyalahgunaan terhadap kitab suci ini tak bisa dibenarkan. Seharusnya ini juga berlaku untuk kitab-kitab suci lain sehingga siapa pun tidak bisa seenaknya untuk menerbitkan Alquran. Penerbitan Alquran dan kitab suci lainnya tentu berbeda sama sekali dengan penerbitan buku-buku biasa.
Adanya LPMQ menjadi salah satu bentuk dan upaya pemerintah untuk menjaga kemurnian Alquran. LPMQ yang merupakan lembaga untuk pengesahan atau melakukan verifikasi Alquran mestinya tak bisa dilewati oleh penerbit yang hendak mencetak kitab suci itu. Siapa saja penerbit yang akan mencetak Alquran harus mendapat penngesahan atau verifikasi dari LPMQ. Kalaupun kemudian ditemukan kekeliruan, sudah barang tentu LPMQ tak akan meloloskan naskah Alquran itu untuk dicetak.
Dalam kasus tujuh ayat yang hilang dalam Alquran tadi, LPMQ harus melakukan penelitian lebih lanjut. Sebagai tindakan awal, surat teguran itu bisa diterima dan sudah semestinya dilakukan. Namun, itu saja jelas tidak cukup. Kemenag atau LPMQ harus melakukan pengusutan secara mendalam atas hilangnya tujuh ayat dalam surat Almaidah tersebut.
Tindakan pengusutan itu bukan semata-mata diarahkan untuk menghukum penerbitnya, akan tetapi ini lebih sebagai bentuk peringatan, bahwa dalam hal penerbitan Alquran tak bisa dilakukan dengan main-main. Apalagi andai kemudian ditemukan adanya unsur kesengajaaan. Tindakan tegas sesuai acuan hukum yang berlaku harus ditegakkan.
Jika kemudian ditemukan, bahwa kekeliruan ini murni karena kekhilafan, maka hukuman yang bertujuan untuk membuat setiap penerbit lebih berhati-hati tetap diperlukan. Hal ini karena persoalan tersebut mengandung masalah yang sangat fundamental dalam kehidupan berbangsa dan beragama masyarakat luas. Tentu itu bukan hukuman yang bersifat mematikan penerbit yang bersangkutan.
Kemenag --melalui LPMQ-- perlu menjelaskan kepada khalayak luas tentang apa yang sejatinya terjadi dengan hilangnya tujuh ayat dalam Alquran tadi. Keterbukaan sangat diperlukan agar tidak menimbulkan prasangka di benak umat. Prasangka yang dibiarkan mengendap dalam sanubari umat akan memungkinkan timbulnya gejolak, jika di kemudian hari muncul kasus serupa atau setara yang intinya merendahkan kesucian firman Allah.
Penjelasan dari Kemenag itu perlu dilakukan tanpa harus menunggu tuntutan dari masyarakat luas. Tanggapan dan sikap cepat dari Kemenag justru akan menimbulkan simpati bagi rakyat kepada pemerintah.
Saya yakin, rakyat tidak akan bertindak berlebihan jika pemerintah (Kemenag) memberikan penjelasan secara gamblang dan terbuka, tanpa ada yang disembunyikan. Penjelasan secara terus terang pada sisi lain akan membuat masyarakat kian dewasa dalam menyikapi setiap permasalahan yang muncul.
Saat ini pun, masyarakat juga bersikap begitu dewasa. Mereka lebih banyak memberi komentar di dunia maya. Tuntutan sebagian pihak di dunia maya agar pemerintah melakukan pengusutan lebih lanjut atas kasus hilangnya tujuh ayat dalam Surah al-Maidah itu sungguh wajar belaka. Tuntutan itu bukan didasari oleh kebencian akan tetapi sebagai bentuk peringatan agar semua pihak lebih berhati-hati.