Jumat 10 Aug 2012 23:42 WIB

SIM, Simulator, Simsalabim

Nasihin Masha
Foto: Republika/Daan
Nasihin Masha

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nasihin Masha

Jika diumpamakan pisau, polisi itu seperti pisau dapur. Bukan belati. Hanya tajam di satu sisi. Berbeda dengan belati yang tajam di semua sisi. Namun, pisau dapur lebih banyak manfaat- nya dibandingkan belati. Pisau dapur bisa dipakai untuk apa saja, termasuk untuk mem-bunuh. Pisau dapur juga lebih akrab dengan kehidupan sehari-hari kita. Sedangkan, belati hanya digunakan untuk membunuh.

Rasanya ngeri jika belati digunakan di dapur atau untuk mengupas mangga. Karena itu, belati lebih banyak disimpan dan hanya digunakan sewaktu-waktu. Kita hanya menggunakan belati di saat kita memerlukannya. Dalam kasus simulator untuk uji surat izin mengemudi (SIM) roda dua dan roda empat, polisi sedang memperagakan kembali versi lain episode "Cicak vs Buaya". Polisi bersengketa lagi dengan Komisi Pem berantasan Korupsi (KPK).

Dalam kasus yang diduga melibatkan polisi dari Korps Lalu Lintas (Korlantas) ini, polisi ngotot agar kasus ini disidik oleh mereka. Sedangkan, KPK sudah lebih dulu menetapkan tersangka untuk kasus ini, termasuk Djoko Su silo, mantan komandan Korlantas. Polisi juga segera menetapkan tersangka, namun Djoko tak termasuk di dalamnya. Dua institusi ini be rebut kewenangan untuk menyidik kasus tersebut.

KPK mendasarkan diri pada UU KPK, sedang kan polisi mendasarkan diri pada nota kesepahaman antara KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung. Di babak pertama, Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo berhasil meraih simpati publik.

Awalnya adalah terjadi ketegangan antara Bareskrim dan KPK ketika KPK menggerebek Korlantas. Setelah pimpinan KPK bertemu kapolri, penyidik KPK diizinkan melanjutkan penggeledahan di Korlantas.

Namun, babak selanjutnya berlangsung. Bareskrim tetap melanjutkan penyidikannya dengan ikut menetapkan tersangka. Karena itu, terjadi kebuntuan, ada rebutan kewenangan. Di titik ini, publik kembali kecewa pada sikap Polri. Karena itu, dengan segera, pemerintah, melalui Menko Polhukam, bersikap untuk menengahinya lewat jumpa pers khusus. Tak lama, kapolri mengumpulkan para mantan kepala Polri dan mantan petinggi Polri lainnya.

Di hari yang sama, Kepala Bareskrim Polri, Komjen Sutarman, bertemu dengan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra. Rabu kemarin, dalam sebuah pertemuan informal saat buka puasa bersama di Mabes Polri, Presiden mempertemukan kapolri dan ketua KPK. Apa hasilnya? Belum ada kejelasan. Ada banyak pertanyaan yang berdengung. Apakah Timur memiliki langgam yang berbeda dengan kepala Polri sebelumnya, pada episode I "Cicak vs Buaya"?

Timur tak mau terjebak pada esprit de corp yang salah arah. Karena itu, ia cenderung membiarkan KPK menyidik kasus ini. Namun, ia menghadapi penentangan kuat dari anak buahnya yang merasa kewibawaan Polri diganggu KPK: "cicak mau melawan buaya". Itulah inti kekisruhan ini.

Karena itu, debat soal kewenangan adalah debat tak bermanfaat sama sekali. Jauh dari substansi dan semangat pemberantasan korupsi.

Semestinya, biarkan KPK untuk menyidik kasus ini hingga tuntas. Dasarnya sim pel saja.

KPK akan lebih berjarak dan lebih objektif. Selain itu, KPK lebih dipercaya publik dibandingkan Polri dalam pemberantasan korupsi. Tentu tak akan ada KPK jika Polri dan Kejaksaan bisa dipercaya memberantas korupsi. Ketidakjelasan kelanjutan kasus rekening gendut yang dimiliki para jenderal Polri merupakan salah satu bukti tumpulnya pisau Polri.

Hal tersebut menjadikan perumpamaan Polri bak pisau dapur, yang hanya tajam di satu sisi, memiliki relevansinya. Terjadinya perebutan kewenangan dalam kasus simulator uji SIM ini makin mengokohkan perumpamaan tersebut.

Kita berharap kapolri bisa memimpin jajarannya untuk mengubah perumpamaan tersebut. Polri sudah dikenal sigap mengungkap kejahatan dan berhasil memberantas terorisme. Mereka sangat tajam dalam hal-hal di luar dirinya. Namun, korupsi dan penyalahgunaan jabatan serta kewenangan tak kalah dengan terorisme.

Timur harus menyadari semua berharap kepadanya. Timur juga harus mengerti, kepemimpinan ibarat tongkat ajaib. Ia mampu mengubah sesuatu dengan cepat. Hadirnya seorang pemimpin yang baik jauh lebih efektif daripada apa pun. Kita ingin Timur berucap, "Simsalabim". Pisau dapur berubah menjadi belati berkilau.

sumber : resonansi
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement