Kamis 16 Aug 2012 09:42 WIB

Fitrah Kemerdekaan

Yudi Latif
Foto: Republika/Daan
Yudi Latif

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Yudi Latif

Peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia tahun ini terasa istimewa karena berlangsung pada bulan suci Ramadhan, seperti mendaur ulang ketepatan yang sama saat Republik ini diproklamasikan 67 tahun yang lalu. Ibadah puasa dan semangat proklamasi mengandung pesan moral yang sama. Yang pertama mengingatkan fitrah asal kejadian manusia. Yang kedua mengingatkan fitrah asal pendirian negara. 

Keduanya juga mengingatkan, kesejatian manusia dan bangsa bukan hanya ditentukan oleh pembangunan jasmaniah, melainkan pertama-tama justru pembangunan kejiwaan. “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya!” Itulah pesan dari lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’. Kekayaan alam Indonesia bisa memberi kemakmuran kepada bangsa ini, namun di tangan para penyelenggara negara yang miskin jiwa, sebanyak apapun sumber kekayaan alam itu tak akan pernah mencukupi kesejahteraan warganya. 

Kekayaan budaya Indonesia bisa memberi sumber kemajuan peradaban kepada bangsa ini, namun di tangan para penyelenggara negara yang tak memiliki kepercayaan diri, kekayaan budaya sebanyak apa pun tak akan pernah menjadi kekuatan ke rohanian (karakter) bagi ke majuan bang sa. Kekayaan ke ragaman Indonesia bisa memberi landasan kehidupan yang rukun dan saling menyempurnakan, namun di tangan para penyelenggara negara yang kerdil, kekayaan keragaman itu menjadi sumber pertikaian dan saling mengucilkan. 

Dalam kaitan ini, peringatan Wiranatakoesoema pada sidang BPUPK seperti mengantisipasi kemungkinan ini. “Pada hemat saya hal yang menyedihkan ini karena manusia tidak atau tidak cukup menerima latihan batin, ialah latihan yang menimbulkan dalam sanubarinya suatu kekuatan yang menggerakkan ia ( motive force) untuk mengenal kebenarannya dan menerima macam-macam pertanggungan jawab sebagai seorang anggota masyarakat yang aktif, ... bukankah tujuan kita propatria. Tetapi propatria perorbis concordiam. Maka alam moral ini hendaknya kita pecahkan, karena latihan otak ( intellect) saja, betapa besarnya juga, sungguh tak akan mencukupi untuk menjadikan manusia menjadi anggota masyarakat yang baik.” 

Untuk itu, dalam suasana peringatan hari kemerdekaan, kita perlu menghayati kembali fitrah bernegara seperti yang dipesankan dan dicontohkan oleh para pendiri bangsa sendiri. Fitrah asal bernegara itu, antara lain, didasarkan pada semangat “ihsan” dengan mengakui ke merdekaan Indonesia bisa dicapai “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”; semangat ke keluargaan (gotong-royong), bahwa “Kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua!”; semangat keikhlasan dan ketulusan; semangat pengabdian dan tanggung jawab; semangat menghasilkan yang terbaik; serta semangat keadilan dan kejuangan. 

Fitrah dasar kehidupan bernegara itu perlu dihidupkan sebagai tenaga batin dan prasyarat moralitas yang dapat mengangkat marwah bangsa dari kerendahannya. Dalam peringatan Isra Mikraj 7 Februari 1959, Soekarno mengingat kan, “Tidak ada suatu bangsa dapat berhebat, jikalau batinnya tidak terbuat dari nuriman yang sekuat-kuatnya. Jikalau kita bangsa Indonesia ingin kekal, kuat, nomor satu jiwa kita harus selalu jiwa yang ingin Mikraj kenaikan ke atas, supaya kebudayaan kita naik ke atas, supaya negara kita naik ke atas. Bangsa yang tidak mempunyai adreng, adreng untuk naik ke atas, bangsa yang demikian itu, dengan sendirinya akan gugur pelan pelan dari muka bumi (sirna ilang kertaning bumi).”

Demikianlah, para pendiri bangsa mewariskan kepada kita semangat, alasan, dan tujuan perjuangan kebangsaan sedemikian terang dan luhurnya. Kehilangan terbesar dari bangsa ini bukanlah kemerosotan pertumbuhan ekonomi atau kehilangan pemimpin, melainkan kehilangan karakter dan harga diri karena diabaikannya semangat dasar kehidupan bernegara. “Aib terbesar,” kata Juvenalis, “ketika kamu lebih mementingkan kehidupan ketimbang harga diri, sementara demi kehidupan itu sendiri engkau telah kehilangan prinsip-prinsip kehidupan.

sumber : resonansi
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement