REPUBLIKA.CO.ID, Demokrasi di Indonesia sedang bebenah. Salah satunya adalah penyelenggaraan Pilkada serentak, 9 Desember 2015. Alhamdulillah, proses pemilihan berlangsung relatif aman dan lancar. Terkait Pilkada kali ini ada beberapa catatan menarik. Sekalipun sudah lewat, tidak ada salahnya mengevaluasi ulang.
Fenomena yang bagi saya menarik di antaranya adalah rakyat diberi opsi untuk memilih sosok baru atau mempertahankan yang lama.Dalam bahasa Inggris, pejabat lama yang mencalonkan diri lagi disebut "incumbent". Dulu, bahasa Indonesia belum punya padanannya. Lalu, kini muncul istilah inkamben, petahana, juga pejawat. Semua mengacu pada makna sama. Hanya saja belum diserap dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Munculnya variasi kata baru tersebut menunjukkan fenomena banyaknya pejabat aktif ikut mencalonkan diri lagi. Tidak ada yang salah dengan hal itu, sepanjang diniatkan untuk terus mengabdi, bukan memperpanjang waktu dalam rangka mengeruk kekayaan.
Perhitungan suara sementara menunjukkan sebagian besar petahana memiliki kemungkinan lebih baik untuk terpilih lagi. Beberapa nama diperkirakan akan berhasil kembali menjabat karena prestasi yang menakjubkan selama periodenya. Biasanya ditunjukkan dengan persentase kemenangan yang mencolok–mencapai hingga lebih 70% perolehan suara. Ini kondisi ideal. Dari penghitungan cepat misalnya, bisa dilihat Wali Kota Surabaya Risma, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, serta Bupati Kukar Rita Widyasari sampai tulisan ini dibuat, mengantongi kemenangan telak di atas 80%, karena memberikan perubahan yang signifikan di mata rakyat.
Sayangnya, tidak semua petahana yang terpilih kembali karena prestasi menakjubkan. Sekalipun kinerjanya biasa saja, mereka menduduki jabatan lagi karena rakyat tidak mau mengambil risiko dengan calon yang kinerjanya belum diketahui atau tidak ada lawan pasangan yang lebih menjanjikan.
Fenomena menarik lain adalah calon dari kalangan selebriti atau nonselebriti. Sekalipun ada yang menyikapi secara negatif, saya sendiri melihat pertimbangan utamanya bukan pesohor atau bukan, melainkan rekam jejak mereka. Di antara seleb juga ada yang visioner dan punya sejarah yang bisa dilihat dari karya atau perjalanan karir. Mereka yang demikian termasuk pesohor berkualitas yang layak dipilih.
Semisal Deddy Mizwar. Dari semua karyanya kita bisa melihat sang tokoh bukan sekadar aktor tapi punya misi dan visi. Helmy Yahya menurut saya juga sosok selebriti yang berbeda. Hampir semua reality show dan program kuis yang dirancangnya menginspirasi dan memiliki pesan yang kuat. Dedi Gumelar juga selebriti dengan pemikiran tajam dan kritis dalam karyanya. Bahkan semasa orde baru, ketika banyak pihak takut bersuara, tokoh yang lebih dikenal dengan nama Miing ini sering mengkritik situasi saat itu.
Selebriti yang mempunyai visi baik seharusnya juga mendapat kesempatan.Namun kenyataan di lapangan tidak selalu seperti yang diharapkan. Ada selebriti yang dengan visi kuat malah kalah di Pilkada atau pileg. Sebaliknya selebriti yang sekadar bermodal popularitas mendapat kesempatan, entah di Pilkada atau Pileg.
Fenomena menarik lain adalah isu generasi tua atau muda. Pemilih seolah digiring oleh pendukung kandidat muda bahwa tua adalah ketinggalan zaman sementara muda adalah segar. Padahal kenyataannya tua tidak selalu berarti kolot, dan muda juga tidak selalu menjamin kebaruan. Tentu, pemimpin dari kalangan tua harus membuktikan mereka bisa sama dinamisnya dengan wajah-wajah muda.
Calon perempuan yang banyak terpilih juga fenomena menarik. Setidaknya kini perempuan bisa bersuara lebih lantang dan menggenggam lebih banyak kebijakan.
Koalisi Pilkada yang berbeda dengan koalisi pusat juga menjadi catatan. Setidaknya calon pemimpin di daerah tidak serta-merta mengikuti konstelasi di pusat. Mereka melihat kepentingan dan kondisi di daerah masing-masing. Terdapat kemandirian politik di sini.
Harus diakui, dalam Pemilihan apapun termasuk Pilkada, tidak selalu yang terbaik yang menang. Terlalu banyak faktor yang mempengaruhi; pencitraan, dukungan partai, dukungan finaisial, dan lainnya.
Tapi yang terpenting bagi rakyat saat ini bukanlah siapa pemenangnya, namun bagaimana para pemimpin daerah kelak mampu memimpin, bekerja dengan bijak, jujur, berani, serta memiliki visi ke masa depan, dan berhasil mengelola daerah yang dipimpin hingga menjadi lebih berkembang dan sejahtera.