REPUBLIKA.CO.ID,Tahun baru 2016 belum lewat sebulan, tapi berita terkait narkoba sudah menghiasi berbagai halaman media massa.
Sebut saja tertangkapnya salah satu aktor yang sedang naik daun di sinetron yang sangat populer di televisi, karena mengonsumsi narkoba. Juga peristiwa tembak-menembak antara polisi dan bandar narkotik dan obat terlarang di daerah Jakarta Utara.
Yang lebih memilukan, pengeroyokan polisi oleh sekelompok massa ketika melakukan operasi penggerebekan narkoba. Keluarga besar kepolisian kehilangan salah satu anggotanya dan seorang yang disinyalir sebagai informan turut menjadi korban.
Tahun berganti, namun masalah lama tetap bertahan. Pelaku narkoba–menjadi lebih berani bahkan bisa dibilang nekad.
Miris menyaksikan bagaimana putra bangsa masih terjebak pada lingkaran setan ketergantungan narkoba.
Dari yang muda hingga tua, miskin dan kaya, pengangguran dan pekerja, pejabat publik serta pengusaha, semua menjadi target pemasaran narkoba.
Tidak jarang terselip ketidakmengertian. Begitu banyak cara untuk bahagia, kenapa narkoba yang dipilih?
Melihat anak-anak tersenyum adalah kebahagiaan. Menyaksikan buah hati bermain dengan riang, mendengar tawa mereka juga sumber kebahagiaan yang membuat setiap orang tua ketagihan. Lantas kenapa masih banyak orang dewasa dengan status ayah dan bunda yang mengonsumsi narkoba?
Menjadi pribadi berprestasi tentu membahagiakan. Memiliki jiwa sosial, ringan tangan menolong teman yang kesulitan juga menyenangkan. Menemukan solusi untuk menaklukkan tugas dan ujian sekolah/kuliah juga merupakan hal yang bisa dinikmati. Namun, tetap saja ada pelajar serta mahasiswa yang masih mengonsumsi narkoba.
Pelejit stamina? NAZA (Narkotik, Alkohol, dan Zat Adiktif ) hanya 'penyelesaian sesaat yang cepat atau lambat pasti berujung pada kemudaratan besar, yang sangat mungkin berisiko kematian.Stres pekerjaan?
Sepertinya hanya dalih. Upaya mencari pembenaran.Pekerjaan yang terkadang membuat seseorang tertekan, bisa menjadi obat jika kita menemukan cara untuk menikmatinya.
Istilah workaholic, atau kecanduan bekerja, misalnya, bukan istilah yang diada-adakan. Jika dapat menikmati apa yang dilakukan, seseorang bisa lupa waktu. Hal ini merupakan salah satu benteng agar tidak tergoda mengonsumsi barang terlarang.
Ya. Sumber kebahagiaan begitu banyak di sekitar. Di lingkungan kerja juga rumah. Bahkan sumber kebahagiaan paling besar sebenarnya sangat dekat. Ada dalam diri kita. Bersumber dari rasa syukur.
Ya, sekaya apa pun, sehebat dan sesukses apa pun, jika tidak mampu menata diri untuk bahagia–menikmati kehidupan yang sudah Allah berikan–kita akan terjerumus dalam kedukaan, serta berkubang dengan perasaan serba kekurangan. Dan ujung-ujungnya, mencari kebahagiaan semu–salah satunya melalui narkoba.
Karena itu, banyak orang sukses dan kaya yang terlibat narkoba–bukan karena ada masalah,–tapi gagal mencari sumber kebahagiaan.
Lalu, bagaimana kita mampu menata diri untuk bahagia?
Allah berfirman, "Hanya dengan berdzikir (mengingat) Allah, hati menjadi tenang."
Berpikir positif, bersyukur, prasangka baik pada Allah adalah bagian dari dzikir, kunci kebahagiaan. Fokus pada apa yang dimiliki, bukan pada apa yang tidak kita punyai. Ketika ada keburukan, sadari bahwa segala sesuatu bisa saja menjadi lebih buruk.
Di masa Rasulullah dan Sahabat, dzikir benar-benar secara harfiah menjadi obat.Dikisahkan salah satu sahabat yang sedang sholat saking khusyu sampai tidak merasakan anak panah yang menembus kakinya. Selesai sholat, baru dia merasakan sakit, apalagi ketika anak panah ditarik. Sahabat Rasulullah tersebut memutuskan kembali shalat untuk menghilangkan rasa sakit saat anak panah dicabut.
Hal serupa kini berulang. Anak-anak Palestina yang menjadi korban serangan Israel, sering harus mendapat tindakan medis serius, tanpa ketersediaan obat bius. Sebagian mengulang hafalan Alquran untuk mengalihkan rasa sakit saat menjalani operasi atau ketika peluru diambil dari tubuh mereka.
Berdzikirlah. Penuhi hati dalam lautan syukur. Merasa cukup dengan Allah dan segenap nikmat-Nya. Temukan cara yang benar untuk bahagia hingga narkoba tidak sempat menyentuh. Awasi dengan cermat perubahan anggota keluarga. Menjauh dari lingkungan yang membahayakan iman.
Semoga Allah senantiasa melindumgi kita dan generasi muda Indonesia dari godaan narkoba yang terkutuk.