Sabtu 17 Jun 2017 06:00 WIB

Iqra dan Lima Hari Sekolah

Asma Nadia
Foto: Daan Yahya/Republika
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, “Bacalah” merupakan kata pertama dari firman Allah  saat wahyu turun pada 17 Ramadhan di Gua Hira.  Kata yang mewakili intisari sebuah pendidikan; membaca. Betapa Allah ingin menunjukkan pentingnya pendidikan dalam ajaran Islam.

Di saat bersamaan, tanggal 17 Ramadhan tahun ini, konsep lima hari sekolah dan 40 jam dalam sepekan digodok dan digulirkan.

Lalu pertanyaannya, apakah pendidikan kita telah berkaca pada kata “bacalah”? Sudahkah kita menelaah kurikulum dan memastikan pelajaran yang ada benar-benar bermanfaat bagi kehidupan anak didik?

Indonesia termasuk salah satu negara dengan beban mata pelajaran  yang terlalu banyak untuk dipelajari dan dikuasai, lebih berat dari sebagian besar negara maju. Bahkan  Finlandia, yang disebut sebagai negara dengan pendidikan terbaik dan siswa-siswa terpandai, hanya menerapkan 4 hingga 5 jam sekolah per hari.

Lalu sudahkah para pembuat kurikulum di tanah air benar-benar mengkaji ulang,  jika semua pelajaran tersebut harus dipelajari seluruh siswa? Adakah materi yang bisa dieliminasi dan cukup dipelajari siswa tertentu yang berminat?

Saat ini, seolah kita berputar-putar antara lain pada ide pendidikan penting, tingkatkan anggaran pendidikan, perbaiki fasilitas sekolah, tingkatkan kemampuan dan kesejahteraan guru, imbuhkan pelajaran ini dan itu, tambah jam belajar, namun  lupa pada esesnsi terpenting sebuah ilmu, yaitu  memberi manfaat.

Ilmu yang penting dipelajari adalah yang bermanfaat dalam kehidupan, atau setidaknya besar kemungkinan teraplikasikan kelak. Bahkan dalam Islam, ilmu hendaknya mampu menambah keimanan serta ketakwaan terhadap Allah SWT. Lalu, apakah benar semua pelajaran  yang masuk kurikulum di tanah air seluruhnya penting dipelajari?

Saya melakukan riset sederhana tentang beberapa mata pelajaran yang ada di sekolah.

Sin, cos, tangen bisa dibilang salah satu yang cukup membuat siswa pusing. Bahkan sebagian pihak menganggap bodoh mereka yang tidak mengerti.

Dalam sebuah pertemuan dengan seorang dokter  saya sempat menanyakan apakah pernah dalam hidupnya sin, cos, tangen dipakai? Dia menjawab tidak pernah. Pertanyaan senada saya sampaikan kepada rekan yang profesor, insinyur, ilmuwan, menteri, anggota parlemen, dan tentara. Jawabannya sama. Tidak.

Lalu kenapa kita mempelajarinya bila  seumur hidup hampir tidak pernah digunakan?

Ternyata ilmu  tersebut bermanfaat untuk teknologi roket, juga pesawat dan kapal selam.

Baik, terbukti bermanfaat, tapi berapa banyak  ilmuwan roket yang kita butuhkan? Kapal selam, satu pun belum kita buat. Berapa ilmuwan pesawat kita butuhkan? Karena sekarang justru sebagian dari mereka sudah dipecat akibat industri pesawat menurun kapasitasnya.

Lantas, kenapa setiap tahun puluhan juta anak Indonesia harus berkutat dengan pelajaran tersebut jika yang  menerapkan hanya beberapa gelintir. Bukankah itu pemborosan massal? Pemborosan waktu dan tenaga. Anak-anak kita bisa melakukan hal lain yang lebih berguna, sesuai dengan gerak hatinya.

Saya tahu matematika penting, tapi tidak semua harus diajarkan dan dikuasai anak didik. Sebagian bisa dihilangkan, diberikan pada anak-anak yang mempunyai minat khusus. Lebih baik para pelajar sekarang dididik matematika dasar, algoritma dan pemrograman, ilmu komputer dan IT, yag kebutuhan terpakainya tinggi. Pekerjaan apa pun, di mana pun, siapa pun  membutuhkan teknologi informasi. Bahkan, siswa-siswa  kita unggul di bidang IT, bangsa lain bukan cuma respek, tapi juga akan gentar melihat Indonesia.

Saya juga ingat dulu diwajibkan menghapal nama-nama planet, termasuk jumlah satelit bahkan nama satelitnya. Lalu kembali pertanyaan itu menggema di benak saya, kalau sudah hapal lalu apa? Sekadar hapal dan tahu sajakah?

Anak-anak diajarkan  mengenai bagian-bagian tumbuhan, anatomi hewan dan menghapalkan nama latin bermacam tanaman. Padahal ada ilmu yang lebih bermanfaat dan akan selalu terpakai dalam kehidupan tapi kurang mendapat tempat, seperti: ilmu gizi, P3K, pengenalan penyakit dan obat, pengetahuan herbal dan obat tradisional.

Waktu sangat berharga, kita juga wajib memanfaatkan anggaran seefisien mungkin. Berapa triliun harus dibuang untuk membiayai anak-anak agar belajar sesuatu yang kelak  tidak terpakai  dalam kehidupan mereka?

Mungkin pertanyaan yang tepat bukan lagi bicara berapa jam anak-anak kita harus belajar, tapi apa pelajaran yang penting untuk dikuasai  semua siswa, dan mana yang khusus untuk siswa tertentu.

Pemerinta,  pendidik  serta berbagai pihak wajib kembali melakukan iqra terkait pelajaran yang harus dipertahankan, mana yang bisa dieliminasi, dan apa yang bisa ditambah. Hingga akhirnya Iqra kita adalah untuk ilmu yang benar-benar berguna. Sebab bangsa ini butuh banyak perubahan, dan semua bergantung pada seberapa kita sukses menghasilkan generasi yang  mengantongi ilmu yang bisa dimanfaatkan secara nyata untuk kehidupan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement