Senin 11 Jun 2018 12:00 WIB

Insya Allah Lebaran Tahun ini Bareng

Kemenag segera menyadari betapa pentingnya mengikuti perkembangan sain dan teknologi

Mahasiswi memantau penampakan hilal untuk menentukan 1 Ramadhan tahun ini melalui alat teropong di Kampus ITERA Lampung,Selasa (15/5). Meski hilal tak tampak karena tertutup awan, mahasiswa tetap antusias mengikuti pelajaran ini.
Foto: Ardiansyah/Antara
Mahasiswi memantau penampakan hilal untuk menentukan 1 Ramadhan tahun ini melalui alat teropong di Kampus ITERA Lampung,Selasa (15/5). Meski hilal tak tampak karena tertutup awan, mahasiswa tetap antusias mengikuti pelajaran ini.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr Muhammad Najib, Direktur Eksekutif CDCC (Center for Dialogue and Cooperation among Civilization)

 

Allah akan meningkatkan derajat orang yang beriman dan berilmu (Alquran,  Almujadillah:11). Jadi Allah akan mengangkat derajat manusia di dunia maupun di akhirat, tidak cukup hanya beriman saja, akan tetapi juga berilmu.  Menurut jumhur ulama pengertian ilmu di sini termasuk sain dan teknologi.

Allah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan menetapkan orbitnya, supaya kalian mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Allah menjelaskan tanda-tanda (kebesarannya) bagi orang yang berilmu (Al Qur'an, Surah Yunus: 5).

Mungkin istilah fiqih sain tidak terlalu akrab di kalangan ulama kita, akan tetapi sejatinya masalah ini sudah lama dipraktikan. Sebagai contoh; Perintah berhaji hanya menyinggung kendaraan unta (Alquran, Surah Al Hajj: 27), sementara kini  orang yang menunaikan ibadah haji menggunakan kendaraan mobil, kapal laut, dan pesawat udara. Jadi unta ditempatkan sebagai simbol kendaraan yang fungsinya sebagai alat transportasi, bukannya kalau berhaji harus naik unta. 

Contoh lain, di zaman Nabi dan para sahabat, setiap kali akan melakukan shalat lima waktu mereka akan melihat ke langit. Shalat Subuh dilakukan saat terbit fajar di Timur, shalat Magrib dilakukan saat matahari terbenam di Barat, Zuhur saat matahari berada tegak lurus di atas kepala, dan demikian seterusnya. Saat teknologi jam ditemukan, waktu shalat kemudian dikonversikan ke jam. 

Selanjutnya, setiap kali akan menunaikan shalat wajib lima waktu, orang cukup melihat jam dan tidak perlu lagi melihat ke langit. Jadi melihat ke langit, bukan bagian dari ritual shalat, akan tetapi untuk memastikan waktu shalat saja. Bahkan kini dengan aplikasi, suara azan sebagai pengingat waktu bisa muncul dari handphone kita. 

Hal serupa seharusnya juga dilakukan untuk menentukan pergantian bulan dalam kalender Hijriyah, karena hal ini berimplikasi pada hari penting dalam Islam, seperti saat menentukan Ramadhan dan Idul Fitri.

Saat teknologi belum maju, kita berdebat antara cara Rukyah (melihat langsung posisi Bulan) dengan hisab (perhitungan astronomi posisi Bulan). Setelah munculnya teknologi modern, khususnya yang berbasis satelit yang dapat melihat posisi Bulan kapan saja tanpa terhalang cuaca, maka perdebatan bergeser, antara prinsip Wujudul Hilal (Bulan tampak berdasarkan pandangan dengan teknologi) dengan prinsip Imkanu Rukyah (Bulan dianggap terlihat dari Bumi). Kedua prinsip ini sama-sama menggunakan teknologi mutakhir dan dapat dilakukan kapan saja. Dengan prinsip ini, menjadi kabur cara pandang Hisab dan Rukyah, karena keduanya dilakukan secara bersamaan. 

Tahun ini, menurut Ketua Asosiasi Dosen Falak Indonesia Ahmad Izzudin, secara alamiah posisi Bulan akan berada sekitar 7 derajat pada awal Bulan Syawwal mendatang. Dengan demikian kriteria Imkanu Rukyah (2 atau 3 derajat) akan terlampaui, demikian juga prinsip Wujudul Hilal yang menggunakan prinsip di atas 0 derajat. Dengan demikian insya Allah Idhul Fitri tahun 2018 ini akan bareng jatuh pada: 15 Juni. Ketua LAPAN Thomas Djamaluddin bahkan memprediksi sampai 2 tahun ke depan, fenomena alam ini tidak akan berubah. 

Kalau demikian adanya, mengapa tidak segera diumumkan agar masyarakat luas mendapat kepastian? Jika Sidang Isbat dianggap masih diperlukan, mengapa harus menunggu H-1, padahal dengan teknologi yang kita miliki, sidang Isbat bisa dilakukan kapan saja. Bahkan, kini mulai muncul aplikasi yang bisa diakses melalui handphone untuk melihat posisi bulan dari berbagai belahan bumi, sehingga masyarakat awampun akan bisa melihat kapan datangnya Ramadhan atau Idhul Fitri. 

Semoga Kementrian Agama segera menyadari betapa pentingnya mengikuti perkembangan sain dan teknologi yang akan mempengaruhi cara-cara kita dalam menjalankan perintah agama. Jika abai  dengan masalah ini, maka kredibilitas Kementrian Agama akan rontok di mata ummat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement