REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Anggoro Pramudya *)
Lalu Muhammad Zohri menang di final Kejuaran Dunia Atletik U-20 di Tampere, Finlandia. Ia menyabet emas di nomor bergengsi 100 meter putra dengan mengalahkan dua sprinter jempolan asal Amerika Serikat (AS) Anthony Schwarts dan Eric Harrison.
Meski begitu, Zohri tetap membumi. Ia berujar bahwa hasil ini tak lepas dari bantuan Tuhan. Keyakinannya, Sang Pencipta membantu dirinya untuk memulai babak baru sebagai Zohri, Si the Flash Indonesia.
Masyarakat kini kadung simpati dengan pencapaian yang diraih bocah 18 tahun itu, di tengah dahaga akan gelar juara dunia. Zohri hadir bak oase menyejukan di tengah puasa prestasi olahraga Indonesia. Kita pun memang wajib bangga dan gembira atas keberhasilannya menyentuh garis finis dengan rekor catatan waktu 10,18 detik.
Tak pelak berbagai bonus pun langsung bermunculan. Kantor Kemenpora menggaransi bakal memberikan bonus sebesar Rp 250 juta. Sementara, Kementerian Dalam Negeri berjanji memberikan rumah baru bagi keluarga Zohri di Lombok.
Ya, capaian ini memang tak boleh dikaburkan begitu saja. Kita harus memberikan perhatian khusus terhadap prestasi sprinter asal Dusun Karang Pangsor, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Tetapi, apakah kita memahami semakin deras arus air semakin pula ia terlena dan kemudian terhanyut dalam pujian serta hadiah yang berlebihan?
Perlu disadari sprinter yang pernah mengemban ilmu di PPLP NTB ini masih memiliki proses panjang untuk menghadapi tantangan-tantangan selanjutnya agar menjadi bintang besar ibu pertiwi, terlebih ia masih dalam kategori atlet junior dan jangan sampai euforia ini justru menghanyutkan masa depan atlet itu sendiri.
Sebelumnya, PB Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) memang mengantisipasi hal di atas. Melalui Sekjen Tigor M. Tanjung mengungkapkan Zohri bakal mendapat proteksi setibanya di Indonesia. Sebab, ia harus langsung fokus latihan untuk menyambut Asian Games 2018.
Tapi setibanya di Bandara Soekarna-Hatta Internasional, Jakarta, Selasa (17/7) tengah malam, Zohri sudah disuguhkan agenda padat. Pertama ia disambut meriah oleh rombongan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.
Sehari setelah itu, Zohri diundang oleh Presiden RI Joko Widodo untuk datang ke Istana Kepresidenan Bogor pada Rabu (18/7) siang hari. Dalam pertemuan tersebut Zohri didampingi menpora dan Ketua Pengurus Besar PB PASI, Bob Hasan.
Perjalanan Zohri tak selesai sampai disitu, ia dan rombongan bergegas untuk menghadiri acara talkshow di stasiun televisi swasta yang berletak di Kedoya, Jakarta Barat yang berakhir pada pukul 22.00 WIB malam.
Baru dua hari mendarat di Jakarta Zohri sudah bersafari menghadiri berbagai undangan tersebut. Belum lagi ia terus dikejar-kejar media yang ingin mewawancarainya. Lebih lanjut, pada Kamis (19/7) Zohri sudah ditunggu oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk seremoni penyerahan bonus di Lapangan Madya, Senayan.
Setelah acara seremoni tersebut di lokasi yang sama Zohri kemudian sempat berlatih ringan di bawah pantauan bimbingan pelatih atletik, sebelum siangnya dilanjutkan dengan acara konfrensi pers bersama awak media.
Ketika sesi wawancara berjalan Zohri terlihat kelelahan dan hilang konsentrasi. Pihak PB PASI pun mengatakan jika sprinter bertinggi badan 170 cm itu harus melakukan istirahat karena menjalani serangkaian jadwal padat.
"Zohri masih jet lag usai melakukan penerbangan jauh dan mengunjungi berbagai acara seremoni," ucap Tigor kepada media saat ditemui di Hotel Century, Jakarta, Kamis (19/7) kemarin.
Sejatinya Zohri memiliki agenda untuk menjalani latihan di Stadion Madya pada sore hari, namun karena safarinya sebelumnya membuat Zohri tumbang kelelahan. "Saya hanya kurang tidur, baru tidur 4 jam sepulang dari studio televisi pada pukul 10 malam. Saya berusaha mencoba tidur lagi tapi tidak bisa," kata Zohri.
*) Jurnalis Republika.co.id