REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sarah Ismi Kamilah, WNI yang Tinggal di Paris
Jika kita coba melihat agama Islam saat ini yang berkembang di masyarakat, akan kita temukan agama Islam yang seperti memiliki varian rasa baru. Islam rasa Nusantara. Lucu mungkin keliatannya, tapi inilah kenyataan di masyarakat saat ini.
Islam Nusantara didefinisikan sebagai agama Islam yang menyesuaikan dengan nilai dan budaya di Nusantara. Selain itu Islam Nusantara juga dikatakan berbeda dengan agama Islam yang berasal dari Arab. Padahal kalau kita coba pikirkan kembali, kita tahu agama Islam pada awalnya lahir di Arab. Pertanyaannya kok bisa ya sampai dikatakan Islam Nusantara berbeda?
Berbicara tentang Islam rasa Nusantara ini mengingatkan saya pada sebuah tulisan di media sosial yang berisi cerita mengenai seorang reporter perempuan asal Indonesia yang ingin mewawancarai seorang muslimah di sebuah negara Barat. Reporter ini ingin mencari tahu kehidupan seorang muslimah yang tinggal di negara minoritas Islam.
Awalnya ia ingin mewawancarai muslimah yang lewat di hadapannya, tetapi karena yang baru saja melewatinya seorang muslimah dengan hijab sempurna yaitu kerudung panjang dan gamis panjang, ia tidak jadi memilih muslimah tersebut menjadi narasumbernya. Alasannya, ia khawatir akan Islam ekstrimis atau teroris. Inilah efek black campaign terhadap Islam, yang pada akhirnya melabeli seseorang dengan hijab sempurna sebagai teroris. Dan ini sangat tidak adil.
Muslimah berjilbab, anggun dan salehah. (ilustrasi)
Akhirnya reporter tersebut mendatangi seorang muslimah yang memiliki penampilan seperti perempuan metropolitan dengan celana jeans dan baju ketat, hanya dibalut pashmina seadanya yang tidak menutupi rambutnya secara sempurna. Setelah sesi wawancara selesai, giliran muslimah tersebut yang memberikan pertanyaan pada sang reporter.
Muslimah asal barat itu bertanya mengenai apa agama reporter tersebut. Reporter itu langsung menjawab cepat bahwa Islam-lah agamanya. Kemudian muslimah itu mempertanyakan kalau memang beragama Islam, mengapa reporter tersebut tidak berhijab, padahal sudah sangat jelas dalam ayat Alquran tentang kewajiban perintah Allah tersebut. Reporter tersebut memberikan alasan di Indonesia banyak muslimah yang tidak mengenakan hijab karena Islam asal Indonesia adalah Islam Nusantara yang tidak memaksa, tidak keras dan menyesuaikan dengan nilai juga budaya Indonesia, dan sangat berbeda dengan Islam Arab.
Muslimah asal Barat itu pun langsung merasa aneh dengan jawaban reporter tersebut dan mengatakan semua umat Muslim memiliki Tuhan yang sama yaitu Allah, agama yang sama yaitu Islam, memiliki kitab pedoman yang sama yaitu Alquran dan memiliki nabi juga rasul yang sama yaitu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang berasal dari Arab. Sehingga tidak mungkin Islam di negara yang satu bisa berbeda dengan negara lainnya.
Muslimah asal barat itu pun pamit pada reporter tersebut sebab ia ingin segera menyempurnakan hijabnya sesuai dengan aturan Allah, karena muslimah itu baru saja menjadi seorang mualaf sehingga baru berhijab seadanya. Reporter itu pun terkaget-kaget mendengar jawaban dan melihat muslimah tersebut.
Dari cerita di atas dan pengalaman saya tinggal di Paris yang merupakan negara minoritas Islam, memberikan saya sebuah gambaran sangat jelas bahwa seharusnya tidak ada istilah Islam Nusantara. Saya di Paris hanya mengenal Muslim yang satu dan lainnya saling bersaudara, dan kami semua memiliki Tuhan yang sama yaitu Allah, agama yang sama yaitu Islam, kitab yang sama yaitu Alquran dan nabi juga rasul yang sama yaitu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Cara beribadah kami pun sama, karena kami sama-sama seorang Muslim yang tidak dibedakan hanya karena kami berasal dari negara yang berbeda. Dan Islam yang ada hanyalah Islam saja dan tidak ada embel-embel yang melekat di belakangnya. Hal ini secara jelas tercantum dalam firman Allah yang artinya:
"Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam..." (TQS. Al-Imran ayat 19)
Islam yang Allah turunkan melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bertujuan menjadi rahmat bagi seluruh alam, bukan hanya rahmat yang diberikan pada negara atau daerah atau kebangsaan tertentu saja. Allah sampai mengingatkan kita dalam firman-Nya yang artinya:
"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam." (TQS. Al-Anbiya ayat 107)
Sejatinya kita mengetahui dari sejarah bahwa Islam datang melalui para walisongo ke Nusantara untuk mengIslamkan Nusantara ini, dan bukan sebaliknya Islam yang dinusantarakan. Islam rasa Nusantara ini sangat berbahaya karena jika fenomena ini berkembang di masyarakat yang ada malah akan membuat umat bingung dan pada akhirnya akan memecah belah persatuan umat Muslim. Karena Islam di suatu tempat akan berbeda dengan Islam yang berada di tempat lain.
Islam adalah agama pemersatu umat bukannya malah menjadi sumber pemecah belah umat. Karena itu, kita harus sama-sama menolak Islam rasa Nusantara ini dan menjadikan Islam sebagaimana mestinya, yaitu Islam agama yang satu. Islam rahmatan lil ‘aalamiin, Islam yang menjadi pemersatu umat. Wallahu a’lam bi ash-shawaab.