REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah tantangan sekaligus optimisme dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menyampaikan pidato pertamanya selepas dilantik sebagai kepala negara RI periode 2019-2024. Menurut Presiden, pada tahun 2045 nanti Indonesia akan menjadi negara maju dengan pendapatan Rp 320 juta per kapita per tahun atau Rp 27 juta per kapita per bulan.
Cita-cita untuk menjadikan Indonesia masuk dalam lima besar ekonomi dunia pada seabad HUT kemerdekaan merupakan sebuah tantangan yang harus diwujudkan seluruh elemen bangsa. Menggapai mimpi menjadi negara maju tentu tidaklah mudah. Terlebih, saat ini kompetisi di antara negara-negara di dunia kian makin ketat.
Maka, untuk mewujudkan mimpi besar itu, seperti kata Presiden, kerja keras dari seluruh elemen bangsa dibutuhkan. Semua elemen harus bergandeng tangan dan saling mendukung. Kolaborasi menjadi kata kunci. Yakinlah, jika semua elemen bangsa bergerak dan berkerja keras bersama-sama, mimpi Indonesia memiliki produk domestik bruto (PDB) sebesar 7 triliun dolar AS bisa tercapai.
Publik tentu berharap, pada masa kepemimpinannya yang kedua, Presiden Jokowi bisa meletakkan batu pijakan yang kokoh untuk mewujudkan mimpi besar Indonesia menjadi negara maju. Karena itu, kebijakan pembangunan sumber daya manusia (SDM) harus menjadi fokus pemerintah. Untuk mencapai cita-cita menjadi negara maju dan berada di lima besar ekonomi dunia, SDM yang berkualitas dan memiliki daya saing dibutuhkan.
Pemerintah dan DPR harus terus meningkatkan alokasi anggarannya untuk pendidikan nasional. Secara kualitas dan kuantitas, pendidikan nasional harus terus didongkrak. Peningkatan kulitas pendidik serta sarana maupun prasarana pendidikan harus terus ditingkatkan. Sebaran sekolah juga harus terus ditambah. Tak boleh ada satu pun anak bangsa yang tak menikmati bangku pendidikan.
Sudah saatnya pendidikan gratis hingga tingkat menengah atas diwujudkan di setiap kabupaten/kota. Akses masyarakat terhadap lembaga pendidikan harus dibuat lebih mudah. Hidupkan budaya literasi di seluruh negeri. Selama budaya literasi bangsa ini masih rendah, sulit rasanya menjadikan bangsa ini sebagai salah satu yang termaju di dunia.
Saat ini akses masyarakat terhadap buku masih sangat rendah. Pangkal penyebabnya adalah harga buku yang tak terjangkau sebagian besar masyarakat. Publik tentu berharap pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi yang kedua ini lahir sebuah kebijakan bernama buku murah. Ya, harga buku dibuat murah dan terjangkau sehingga masyarakat memiliki budaya belanja buku. Bisa dengan alokasi dana subsidi buku. Bisa pula dengan memangkas pajak bagi industri buku.
Pemerintah pun harus jorjoran mengalokasikan dana APBN dan APBD untuk pengembangan riset. Dukung dan dorong para peneliti untuk menciptakan inovasi-inovasi di berbagai bidang. Dengan begitu, seperti diungkapkan Presiden Jokowi, inovasi harus menjadi budaya. Melalui riset, putra-putri bangsa bisa mengembangkan kemampuannya untuk menghasilkan inovasi yang manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat.
Publik juga pasti mendukung rencana Presiden untuk menjadikan Indonesia negara melalui reformasi budaya birokrasi yang hanya sekadar menjalankan program kerja tanpa memastikan manfaat dari program itu dirasakan masyarakat atau tidak. Setiap kucuran rupiah dana APBN/APBD memang harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat melalui hasil-hasil pembangunan.
Yang tak kalah penting, pada periode kedua ini pemerintah harus mampu membuka lapangan kerja yang lebih luas bagi masyarakat. Masih tingginya angka pengangguran menjadi tantangan yang harus diselesaikan pemerintah. Program pembangunan infrastruktur yang masih akan dikebut pemerintah tentu harus berdampak pada terbukanya lapangan pekerjaan dan meningkatnya kesejahteraan rakyat.
Selamat bekerja mengemban amanah konstitusi dan kepercayaan rakyat.