REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: M. Ilham Akbar, Praktisi dan Pengamat SDM
Pertumbuhan ekonomi dunia sampai dengan triwulan III/2019 belum menunjukkan tanda-tanda positif di tengah situasi perang dagang yang berkepanjangan. Amerika Serikat mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi pada Triwulan III/2019 sebesar 2,03 persen secara tahunan atau year on year (yoy), pencapaian ini terendah sejak triwulan III/2016.
Begitu pula dengan Tiongkok yang mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen yoy pada triwulan III/2019, pencapaian ini merupakan yang terendah sejak 27 tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III/2019 sebesar 5,02 persen yoy. Jika melihat pencapaian tersebut, target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 yang ditetapkan sebesar 5,3 persen dirasa sulit untuk dicapai.
Sebagai hasil dari revolusi industri 4.0, kondisi Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity (VUCA) menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh perusahaan. VUCA merupakan kondisi di mana terjadi perubahan yang sangat cepat, penuh ketidakpastian di masa depan, tidak memiliki arah, dan berasal dari sebab akibat yang tidak jelas. Hal ini menuntut perusahaan untuk terus adaptif dalam menghadapi kondisi tersebut.
Era VUCA identik dengan pemanfaatan teknologi yang dapat mendisrupsi cara bisnis perusahaan. Hal ini ditandai dengan kemunculan usaha rintisan berbasis digital atau yang dikenal dengan istilah startup.
Berdasarkan situs startupranking.com, hingga Desember 2019 jumlah startup Indonesia mencapai 2.167. Dengan layanan yang diberikan secara mudah, murah, dan cepat kepada masyarakat, startup menjadi tantangan dan sekaligus peluang tersendiri bagi perusahaan.
Tantangan terjadi ketika potensi market share perusahaan tergerus oleh kehadiran startup dengan menawarkan layanan yang mensubstitusi produk dan jasa perusahaan saat ini. Di sisi lain, perkembangan teknologi digital membuka peluang perusahaan untuk dapat berkolaborasi dengan pelaku startup dalam mengatasi permasalahan bisnis, memperluas pasar, meningkatkan produktivitas, hingga memenangkan persaingan bisnis.
Namun di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, penggunaan daya saing (competitive advantage) tidak cukup dilakukan melalui perang harga maupun perang produk yang relatif mudah ditiru dan bersifat sementara. Perusahaan perlu mengambil langkah yang jauh lebih efektif dan berkelanjutan, salah satunya dengan bertransformasi di bidang Sumber Daya Manusia (SDM).
Langkah ini sesuai dengan fokus Pemerintah dalam mengembangkan SDM hingga tahun 2024. Pemerintah Indonesia sendiri melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menjadikan tahun 2020 sebagai tahun pertama dalam melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2022-2024 dengan mengambil tema “Peningkatan SDM untuk Pertumbuhan Berkualitas”.
Dalam mewujudkan transformasi di bidang SDM, setidaknya penulis menemukan 3 (tiga) hal yang dapat dilakukan perusahaan dalam melakukan transformasi SDM. Pertama, transformasi people.
Untuk menyesuaikan dengan kondisi industri di masa depan, perusahaan perlu mendefinisikan ulang terkait perencanaan strategis SDM mulai dari pola perekrutan hingga persiapan masa pensiun. Pendekatan berbasis data dalam mengelola SDM perlu dimaksimalkan agar menghasilkan rekomendasi yang cepat dan tepat sebagai dasar pengambilan keputusan strategis.
Fenomena generasi milenial yang mulai mendominasi industri menuntut perusahaan untuk lebih kreatif dan proaktif dalam melakukan pola perekrutan. Program pengembangan SDM perlu diciptakan secara sistematis dan berkelanjutan untuk menghasilkan talenta yang siap di masa depan.
Di samping itu, program retensi yang ditawarkan dapat dikemas secara kreatif dan menarik untuk memastikan talenta berbakat tinggal lebih lama dan terlibat dalam perusahaan. Tak kalah penting, pengembangan terhadap program persiapan menghadapi masa pensiun juga perlu dilakukan agar karyawan dapat mempersiapkan diri secara fisik, mental, dan finansial dalam menghadapi masa pensiun.
Kedua, transformasi culture. Seringkali kita temukan karyawan yang resisten terhadap kondisi perubahan di lingkungan perusahaan, sebagai contoh dalam penggunaan teknologi digital yang mengubah model atau proses bisnis perusahaan. Untuk meminimalisir terjadinya culture gap antara kondisi perubahan dengan lingkungan kerja perusahaan saat ini, diperlukan program aktivasi culture yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Setiap program aktivasi culture harus mengacu pada 3 (tiga) sasaran utama, yakni visi, employee value proporsition, dan core values.
Program aktiviasi culture tidak sebatas hanya ditujukan kepada karyawan eksisting, melainkan juga untuk calon karyawan yang ingin bergabung dengan perusahaan. Selain standar kompetensi, seleksi terhadap calon karyawan perlu memperhatikan karakter yang unggul dan sesuai dengan culture perusahaan. Hal ini membantu perusahaan dalam meminimalisir culture gap sejak dini sehingga karyawan baru mampu beradaptasi dengan cepat dan mampu bekerja secara maksimal.
Ketiga, transformasi organization. Keberadaan organisasi SDM saat ini sangat berbeda dengan di masa lalu. Dahulu organisasi disibukkan dengan mengerjakan hal-hal yang bersifat administratif, tetapi saat ini organisasi dituntut berperan sebagai strategic business partner yang dapat berkontribusi terhadap pencapaian kinerja perusahaan. Peran tersebut mengharuskan organisasi untuk memahami model atau proses bisnis perusahaan, menjadi rekan bisnis yang handal dalam mengatasi berbagai isu tentang SDM, dan bahkan memahami kondisi finansial perusahaan.
Digitalisasi sistem SDM perlu dilakukan secara komprehensif yang dapat membantu organisasi dalam menyusun perencanaan strategis, mengelola SDM, dan mengambil keputusan strategis berbasiskan data. Organisasi juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas SDM melalui corporate university yang memberikan program pelatihan dan pengembangan yang sejalan dengan tujuan perusahaan. Di samping itu, corporate university perlu proaktif dan mengambil inisiatif dalam memberikan masukan terkait solusi bisnis kepada perusahaan berdasarkan studi ilmiah.
Pada akhirnya, transformasi di bidang SDM (people, culture, dan organization) dapat berjalan sesuai tujuan perusahaan apabila senior leader perusahaan memiliki komitmen untuk melaksanakan transformasi dengan sebaik mungkin. Senior leader memiliki peran penting sebagai meaning maker sekaligus stimulator bagi pekerja di bawahnya.
Senior leader harus dapat meyakinkan pekerja di bawahnya tentang pentingnya melaksanakan transformasi SDM bagi keberlanjutan bisnis perusahaan. Sehingga mereka sadar bahwa transformasi yang dilakukan berdampak pada keberlangsungan karier mereka di masa depan.