REPUBLIKA.CO.ID, MAJENE-- Sebagian umat Muslim di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, merasa kecewa atas perbedaan pelaksanaan 1 Syawal 1432 Hijriah yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
"Perbedaan penentuan hari lebaran tahun ini mungkin yang paling terparah dan membingunkan ummat muslim,"kata Rajabiah, salah seorang warga pra sejahtera di Majene, Selasa.
Memang selama ini sering terjadi perbedaan dengan jemaah Muhammadiyah. Namun, kali ini sangat parah karena seluruh umat muslim non-Muhammadaiyah telah mempersiapkan makanan untuk dihidangkan pada saat Lebaran.
Menurutnya, dirinya selaku masyarakat pra-sejahtera tentu sangat dirugikan karena telah menghabiskan ratusan ribu rupiah untuk memenuhi kebutuhan persiapan untuk hari raya.
"Kami telah terlanjur memasak makanan khas Lebaran seperti ketupat, buras termasuk lauk-pauk ayam, ikan maupun telur dalam jumlah yang banyak. Jika hari Lebaran ditunda maka makanan khas Lebaran yang dibuat dalam jumlah yang banyak pasti mubazir," kata dia.
Dia mengatakan, kemungkinan besar persiapan untuk membuat makanan khas lebaran pada hari Rabu (31/8) tidak akan lagi dilakukannya karena persoalan minimnya dana.
"Yah, kami tentu akan menyiapkan ala kadarnya sesuai dengan kemanpuan kami. Namun, pastinya, makanan khas bukan segala-galanya untuk menghambat perayaan Lebaran karena tanpa makanan pun kita tetap bisa berlebaran,"jelasnya.
Hal senada dikatakan, St. Aliah, salah seorang ibu rumah tangga di Desa Limbua, Kecamatan Sendana, Majene, mengakui, dirinya telah terlanjur mempersiapkan makanan khas Lebaran.
"Makanan khas Lebaran seperti ketupat dan buras telah dimasak dalam jumlah yang banyak. Kita tidak tahu apakah makanan tersebut mampu bertahan untuk disiapkan pada Lebaran nanti,"terangnya.
Ia mengatakan, kondisi seperti ini tentu sangat membingungkan masyarakat karena sebagian besar telah terlanjur mempersiapkan segala kebutuhan untuk digunakan pada hari "kemenangan" itu.