REPUBLIKA.CO.ID, Di belakang pria hebat, pastilah ada sosok wanita kuat. Begitulah peran permaisuri dari khalifah kelima Dinasti Abbasiyah, Harun Al-Rashid. Sosok sang ratu, Zubaidah binti Ja'far, menjadi kesayangan rakyatnya karena selalu memerhatikan kebutuhan mereka.
Karakter kuat perempuan bernama lahir Amatul Aziz binti Ja’far bin Abi Ja’far Al-Mansour ini sangat berpengaruh pada pemerintahan dinasti terbesar Islam, Abbasiyah. Panggilan Zubaidah diberikan sang kakek karena kulitnya yang putih bersih serta sikapnya yang lembut.
Zubaidah yang terlahir tahun 765 Masehi menikah dengan Sultan Harun pada 781 Masehi atau saat pemerintahan dinasti di bawah Al-Mahdi. Rasa cinta kasihnya tercurah utuh pada sang suami. Tapi, dia tak hanya sekadar mendampingi kegiatan kerajaan, acapkali Sultan Harun meminta pendapat istrinya.
Nyatanya, Zubaidah tak hanya dikaruniai paras rupawan. Kelebihannya terletak pada wawasannya, sikap bijaksana, dan berjiwa pemberani. Bakat seni juga dimiliki sang permaisuri. Dia menulis banyak puisi yang diikutkan dalam pagelaran seni. Keunikan isi puisinya menahbiskannya sebagai salah satu patron seni di Irak.
Dukungannya cukup besar untuk regenerasi bidang seni dan keilmuan. Pasalnya, Zubaidah menawarkan hadiah sejumlah uang bagi para sastrawan dan ilmuwan dunia yang mau mengembangkan karyanya di Kota Baghdad.
Saking akrabnya dengan para sastrawan, di kemudian hari muncul anggapan jika kisah 1001 Malam terinspirasi dari kehidupan Sultan Harun dan Zubaidah. Padahal tokoh utamanya, Syahrazad, terlahir dari kehidupan pribadi ibu Sultan Harun, Al-Khayzarun.
Selain mencintai seni, tampuk pemerintahan yang dipegang sang suami turut menjadi perhatian Zubaidah. Sultan Harun memang selalu meminta pertimbangan Zubaidah dalam setiap pengambilan keputusan. Alasannya, keputusan Zubaidah selalu tepat dan bijak.