REPUBLIKA.CO.ID, Kekacauan memuncak jelang akhir pemerintahan Abbasiyah. Sultan Harun akhirnya menunjuk Al-Amin sebagai calon penggantinya.
Namun, dia juga menunjuk Al-Ma'mun sebagai penggantinya pula. Putra ketiganya, Al-Qasim pun mendapat giliran berikutnya.
Konflik internal pun tak terelakkan. Setelah sehari kematian Sultan Harun, Al-Amin dinobatkan menjadi sultan baru. Perdebatan di dalam istana memuncak menjadi perang saudara. Al-Amin terbunuh. Saudaranya, Al-Ma'mun yang dibantu keturunan Al-Barmaki naik singgasana.
Zubaidah pun diliputi kesedihan mendalam saat mengetahui tragedi ini. “Ibu mengucapkan selamat atas pelantikanmu sebagai khalifah yang baru. Ibu telah kehilangan putra kandung, tapi Ibu lega karena kedudukannya digantikan anak ibu lainnya,” tulis Zubaidah pada Al-Ma'mun.
Kehalusan budi Zubaidah ternyata dibalas kebaikan pula oleh Al-Ma'mun. Sepanjang 32 tahun pemerintahannya, dia ikut merawat Zubaidah dan menghormatinya seperti ibu kandungnya sendiri. Nasihat dan masukan dari Zubaidah juga menjadi prioritas Al-Ma'mun sebelum memutuskan kebijakan pemerintahan.
Sepanjang hidupnya, Zubaidah dikenal sebagai penganut sufisme aliran Imam Ismaili. Bahkan untuk menghormati sang pimpinan sufi, Muhammad Bbin Ismail, dia membangun sebuah gedung besar yang dikelilingi taman di Baghdad sebagai tempat ritualnya.
Dia pun memutuskan untuk keluar dari istana, kemudian mempekerjakan 10 orang pekerja untuk mengurus programnya bersama sang imam.