Kamis 05 Jul 2012 15:12 WIB

Bank Indonesia Kaji Standar eMoney

Rep: nur aini/ Red: Taufik Rachman
Layanan TCash
Layanan TCash

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA---Bank Indonesia tengah mengkaji standar uang elektronik (e-money) yang akan digunakan antar operator (interoperability). Koneksi antar operator e-money akan menjadi langkah awal implementasi sistem pembayaran nasional (National Payment Gathway/NPG) yang ditarget telah siap pada 2013 mendatang.

“Industri duduk dengan BI untuk membuat standar (e-money), “ ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas, di Jakarta, Kamis (5/7). Standar yang akan dibahas bersama industri perbankan terkait dengan bisnis modal.

Saat ini, e-money diterbitkan dua penerbit yakni perbankan dan perusahaan telekomunikasi (telco). “Padahal, kedua industri itu berbeda, yang satu karena bank maka terkena aturan yang lebih ketat dan prudent. Kalau telco, lebih longgar sehingga pengamanannya berbeda, “ paparnya.

Pembahasan dengan industri tersebut juga akan menyangkut tentang kategori e-money. Ronald mengatakan pulsa dan uang elektronik masih belum dibedakan. Padahal, pulsa hanya bisa digunakan untuk mengakses account, bukan untuk pembayaran.

Penggunaan e-money saat ini juga masih terbatas. Hal ini karena perangkat e-money hanya bisa digunakan untuk satu penerbit. “Karena itu, BI mulai dorong untuk sistem perbankan. Paling tidak, ada interoperabilitas sehingga bisa digunakan untuk bayar antar bank, “ ujarnya.

Dengan sejumlah kendala tersebut, NPG dinilai masih membutuhkan banyak persiapan.  Persiapan untuk interoperability penerbit e-money tersebut dilakukan agar sistem pembayaran di Indonesia dapat digunakan antar negara sebagai tuntutan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015. Menurut Ronald, sistem pembayaran yang saat ini disiapkan masih untuk mata uang rupiah. Namun, ke depan sistem pembayaran yang akan disiapkan menggunakan berbagai mata uang (multi currency).

Ronald mengatakan sistem pembayaran dalam MEA akan mengarah pada penggunaan antar mata uang. Akan tetapi, mata uang yang akan dimasukkan dalam sistem pembayaran hanya dari negara dengan transaksi perdagangan tinggi. Negara yang melakukan transaksi perdagangan dalam jumlah relatif tinggi saat ini antara lain Singapura, Thailand, Malaysia, dan Filipina.

Meski demikian, Ronald mengatakan penggunakan antar mata uang tersebut akan menyesuaikan kebutuhan pelaku usaha. “Kalau sekarang ini, pelaku usaha masih nyaman dengan penggunaan LC (letter of credit) dan lain-lain, “ ujarnya.

Sementara itu, General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Marta mengatakan industri penerbit kartu kredit menyetujui adanya NPG. Alasannya, 95 transaksi masih dilakukan antar bank domestik. “Karena itu, mengapa harus menggunakan jaringan asing. Sekarang saatnya, kita independen dalam sistem pembayaran, “ ungkapnya.

Pembahasan mengenai NPG telah dilakukan dengan 20 bank penerbit kartu kredit. Menurutnya, NPG bisa direalisasikan paling lambat pada 2015 mendatang.

Operator bersama untuk sistem pembayaran nasional tersebut, kata dia, bisa dilakukan konsorsium bank. Hal itu seperti yang dilakukan Visa dan Mastercard yang bermula dari konsorsium bank. Akan tetapi, operator bersama tersebut bisa juga berasal dari asosiasi. “Kalau Visa dan Mastercard itu profit organization, tapi yang kami harapkan dari non profit organization, “ ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement