REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, Suatu ketika salah seorang pendeta jatuh sakit. Mereka lalu bernadzar, "Jika Allah menyembuhkan dia, kami akan menambah puasa sepuluh hari lagi."
Sesudah dia sembuh, mereka menepati nadzarnya menambah puasa sepuluh hari lagi sehingga menjadi lima puluh hari. Berpuasa lima puluh hari ini lalu dirasa terlampau berat bagi mereka bila jatuh di musim panas. Mereka menderita karenanya. Kemudian mereka pindahkan puasa itu ke musim semi.
Nabi Musa AS diperintahkan untuk melakukan puasa empat puluh hari terlebih dahulu sebagai syarat sebelum menerima Taurat. Pemimpin bani Israel ini melakukan puasa dari tanggal 10 bulan Dzulqa'dah sampai tanggai 10 bulan Dzulhijjah.
Taurat diterima Nabi Musa bersamaan pada hari raya kurban (Idul Adha). Puasa empat puluh hari ini lalu dilakukan oleh rohaniawan diantara orang-orang Yahudi sampai kini. Mereka puasa hari kesepuluh pada bulan ketujuh menurut perhitungan mereka.
Alquran menyebutkan, "Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam.” (QS. Al-A'raaf: 142)
Selain puasa empat puluh hari, orang-orang Yahudi atau bani krael dahulu juga melakukan ritual puasa beramai-ramai dalam rangka meredakan kemarahan Tuhan atau sebagai ungkapan Penyesalan atas pembangkangan yang mereka perbuat, seperti pada hari-hari ketika mereka dikepung di padang pasir selama kurang lebih empat puluh tahun.
Dalam Kitab Zakariya ditemukan bahwa bani Israel sesudah diusir dari Babilonia, mereka melakukan puasa diantaranya pada hari tiga belas dari bulan "adar" (Maret) untuk memperingati peristiwa Haman dan Astir".
Haman adalah perdana menteri raja Persia, Aksarsis, sedang Astir adalah permaisurinya. Haman menyusun siasat untuk memusnahkan seluruh bangsa Yahudi. Tipu muslihat ini diketahui oleh permaisuri Astir. Haman (bukan Haman Fir'aun) lalu ditangkap raja dan dibunuh. Untuk memperingati ini, bangsa Yahudi melakukan puasa.
Sementara, umat Nabi Isa AS, adanya tradisi puasa di kalangan mereka dapat diketahui dari Bibel. Kitab yang disebut- sebut sebagai Perjanjian Baru ini mencatat sebagai berikut.
"Dan apabila kamu puasa, janganlah kamu menyerupai orang- orang munafik dengan muramnya, karena mereka itu mengubahkan rupa mukanya supaya kelihatan pada orang mereka itu puasa. Dengan sesungguhnya aku berkata kepadamu, tiadalah pahalanya bagi mereka itu.