REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tren pembayaran zakat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Semua itu berkat adanya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya membayar zakat. Salah satu fungsi zakat adalah untuk mensejahterakan. Zakat mempunyai potensi mensejahterakan yang cukup signifikan.
"Sampai saat ini penerima zakat mencapai 1,7 juta orang. 17 persen diantaranya merasakan peningkatan kesejahteraan," kata Teten Kustiawan Direktur pelaksana Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Senin, (13/8) di Jakarta.
Potensi zakat setiap tahun tercatat Rp. 217 triliun. Namun yang tercatat di Baznas Rp. 1,73 triliun. Sosialisasi dan edukasi secara simultan yang dilakukan oleh BAZNAS terus menambah jumlah penerimaan zakat. BAZNAS dalam pengelolaan zakat dan penyaluran zakat mengajjak badan-badan usaha milik negara bekerja sama.
"Terkait dengan cara menyalurkan langsung (mudzaki ke mustahik tanpa melalui amil), secara syariah cara seperti itu sudah sah. Namun fungsi zakat untuk mensejahterakan tidak terpenuhi," tambah Teten.
Dalam hal ibadah, menurut Teten apabila muzaki menyalurkan zakatnya lewat amil zakat maka akan terjaga kekhlasan si pemberi (muzaki). Selain itu dalam aspek pemberdayaan, zakat yang disalurkan melalui amil akan lebih terasa manfaatnya oleh penerima zakat.
Undang-undang zakat Nomor 38 tahun 1999 mengakomodir badan amil zakat. Untuk dapat meningkatkan penerimaan zakat, badan amil zakat harus meningkatkan profesionalitas.
"Dalam penghimpunan dan penyaluran zakat masih dibutuhkan berbagai perangkat dan stimulus dalam undang-undang. UU zakat yang baru nomor 23 tahun 2011 lebih lengkap mengatur lembaga zakat," imbuh Teten.
Efektif tidaknya peraturan perundangan mengenai zakat pada akhirnya tetap saja dalam implementasinya tergantung pada peraturan pemerintah. Pemahaman masyarakat pada ilmu zakat sama pentingnya seperti memahami ilmu shalat atau puasa. Hanya saja kerap kali para guru di sekolah atau kyai di pesantren tidak memberi porsi yang seimbang saat menyampaikan ilmu zakat.