REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Erni Arie Susanti
Islam muncul sebagai sumber kekuatan yang baru pada Abad ke-7 Masehi, menyusul runtuhnya kekaisaran Romawi. Kemunculan itu ditandai dengan berkembangnya peradaban baru yang sangat mengagumkan. Kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta kehidupan sosial lainnya termasuk ekonomi berkembang secara menakjubkan.
Fakta sejarah itu sesungguhnya menunjukkan bahwa Islam merupakan sistem kehidupan yang bersifat komprehensif, yang mengatur semua aspek baik dalam sosial, ekonomi dan politik maupun kehidupan yang bersifat spiritual. Islam juga merupakan adalah agama sempurna yang mempunyai sistem tersendiri dalam menghadapi permasalahan kehidupan baik yang bersifat materiil maupun non materiil. Karena itu ekonomi sebagai aspek kehidupan juga sudah diatur dalam Islam.
Ilmu ekonomi lahir sebagai sebuah disiplin ilmiah setelah berpisahnya aktifitas produksi dan konsumsi. Ekonomi merupakan aktifitas yang boleh dikatakan sama halnya dengan keberadaan manusia di muka bumi ini, sehingga kemudian timbul motif ekonomi, yaitu keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Prinsip ekonomi adalah langkah yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhannya dengan pengorbanan tertentu untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Sistem ekonomi Islam berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (welfare state). Berbeda dari Kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan.
Khalifah Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz adalah dua khalifah yang berhasil membuktikan kehebatan sistem ekonomi dan sistem kesejahteraan Islam yang diajarkan Allah dan Nabi SAW. Semasa menjadi khalifah, Umar adalah yang mencetak dirham pada masanya.
Kebijakan lainnya yang juga sangat membanggakan adalah Umar Radhiyallahu Anhu menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Bila terdapat kenaikan yang tidak wajar, yang bersangkutan secara langsung diminta membuktikan bahwa kekayaan yang dimilikinya itu didapat dengan cara yang halal. Bila gagal, Umar memerintahkan pejabat itu menyerahkan kelebihan harta dari jumlah yang wajar kepada Baitul Mal, atau membagi dua kekayaan itu separuh untuk yang bersangkutan dan sisanya untuk negara.
Fiqih ekonomi Umar Bin Khattab juga terkait dengan dasar-dasar penting kegiatan ekonomi di antaranya produksi dan konsumsi. Dalam fiqh ekonomi Umar ini banyak riwayat yang menjelaskan tentang urgensi semua aktivitas barang dan jasa (produksi) yang dilakukan seorang muslim untuk memperbaiki apa yang dimilikinya baik sumber alam dan harta serta mampu dipersiapkan untuk dimanfaatkan orang lain.
Dalam bidang konsumsi pun terdapat bukti-bukti yang menunjukkan perhatian diantaranya beliau sangat antusias dalam memenuhi tingkat konsumsi yang layak bagi setiap individu rakyatnya contohnya terlihat ketika beliau pergi ke Syam dan mengetahui kondisi sebagian orang miskin yang tidak memiliki kebutuhan dasar yang mencukupi, maka beliau memerintahkan untuk ditetapkannya kebutuhan dasarnya yang mencukupi dan diberikan kepada mereka setiap bulan.
Perhatian lainnya yang dilakukan Umar tentang upaya-upaya beliau dalam pengembangan ekonomi difokuskan dalam memerangi masalah kemiskinan dan memenuhi kebutuhan yang mendasar bagi umat. Sehingga jelas bahwa Fiqh ekonomi Umar mengisyaratkan dengan jelas tentang tujuan konsumsi seorang muslim yaitu sebagai sarana penolong dalam beribadah kepada Allah.