REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksanaan penyederhanaan mata uang Rupiah atau redenominasi masih terganjal di parlemen. Pasalnya, Komisi XI DPRRI belum menyetujui anggaran untuk sosialisasi redenominasi tahun ini dan tahun depan.
"Jika sekadar wacana pemerintah saja, silakan. Tapi, kalau itu menyangkut anggaran, kami tak setuju, tidak ada," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis, dijumpai Republika di Jakarta, Senin (10/11). DPR baru bisa menyetujuinya apabila undang-undangnya sudah disahkan.
Harry mengatakan yang menjadi perintah presiden, terkait redenominasi ini, adalah melakukan konsultasi publik, bukan sosialisasi publik. Lagipula, UU mendesak yang perlu dibuat saat ini adalah UU Inflasi dan UU Nilai Tukar.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution, mengatakan redenominasi ini ditangani oleh tim khusus di bawah wakil presiden. Tim operasional utamanya ada tiga, yaitu kantor Menteri koordinator Perekonomian, Kementerian keuangan, dan BI. "Tim ini yang sebetulnya menyiapkan agar pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) redenominasi masuk dalam prioritas tahun depan," ujar Darmin.
Redenominasi merupakan penyederhanaan mata uang Rupiah. Pemerintah akan memecah Rupiah dengan menghilangkan tiga angka nol di belakangnya. Uang Rp 1000 akan menjadi Rp 1. Uang Rp 100 ribu akan menjadi Rp 100. Meski nominalnya berbeda, tetapi nilainya tetap sama.