REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--- PT Pertamina (Persero) menilai banyak pihak yang tidak suka dengan rencana perusahaan untuk membangun kilang minyak baru di Indonesia. Padahal rencana itu, sebut Pertamina, bagian antisipasi program ketahanan energi.
"Tidak semua pihak 'happy' dengan pembangunan proyek kilang baru di Indonesia," kata Vice President Corporate Communications PT Pertamina (Persero), Ali Mundakir, pada acara diskusi Proyeksi Industri Petrokimia Nasional di Jakarta, Jumat (14/12).
Padahal, menurut Ali, pembangunan kilang baru sangat penting untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri yang selama ini kekurangan masih dipenuhi oleh impor. Selain itu, kilang juga memenuhi kebutuhan bahan baku industri petrokimia.
"Kilang yang ada saat ini sudah tua dan desainnya untuk minyak campur alias gado-gado sehingga hasilnya tidak maksimal. Padahal, harusnya kilang harus fokus pada bahan jenis tertentu agar hasilnya bisa maksimal," paparnya.
Yang perlu diperhatikan dalam pembangunan kilang, lanjut Ali, adalah jaminan pasokan minyaknya.
"Pasokannya harus konsisten dan membangun kilang tidak seperti membangun industri baju, yang bisa mengambil bahan bakunya dari mana saja. Kalau kilang, minyaknya gado-gado hasilnya tidak akan maksimal," ujarnya. Ali menilai indeks kompleksitas kilang Indonesia rata-rata masih di bawah 5.
"Kilang di Singapura indeks kompleksitasnya 7, tetapi untuk Kilang Balongan sudah 11. Kendala lain dalam pembangunan kilang adalah marginnya yang sangat kecil dan tujuan utama Pertamina untuk membangun kilang adalah untuk menjamin ketahanan energi," tandasnya.